Gambar : liputan6 Oleh: Ayunda Rahma* Konser Konangan di Jakarta, tepatnya di Live Space SCBD September 2019 lalu rupanya menjadi...
![]() |
Gambar : liputan6 |
Oleh:
Ayunda Rahma*
Konser Konangan di Jakarta, tepatnya di Live Space SCBD September 2019 lalu rupanya menjadi kenangan terakhir bagi para penggemar Didi Kempot yang menamakan diri, Sobat Ambyar. Dalam konser tersebut ribuan fans yang datang dari berbagai daerah seolah terbius dengan lagu “Cidro” yang jadi andalannya. Musik campursari yang kental dengan alat musik tradisional mendadak jadi sangat akrab di telinga anak-anak muda. Mereka bahkan mengaku bukan fans setia Didi, namun mengaku menyukai semua lagu-lagu karya Didi.
Ketika bait demi bait dinyanyikan dengan iringan musik campursari modern, para Sobat Ambyar ikut nyanyi bareng, joget bareng, teriak bareng dan nangis bareng. Bahkan tampak dalam konser itu, para crew televisi yang menyiarkan konser tersebut ikut menikmati alunan suara Didi. Semua pengagum Didi terhanyut di setiap aksi panggungnya. Tak heran lagu-lagu Didi juga banyak di-cover (dinyanyikan ulang,red-) oleh penyanyi dan bahkan di ajang Indonesian Idol. Ini menandakan anak-anak muda, para millennial dapat menerima lagu campursari, berbahasa Jawa.
Duta Pagar Nusa, Bukti Seniman yang Religius
Didi sangat lekat dengan banyak kalangan, bukan hanya sejawatnya, tetapi juga pejabat dan kepala daerah. Kepribadiannya yang terbuka dan mudah bergaul bisa diterima banyak kalangan. Pun ketika ia mendapat mandat sebagai Duta Pencak Silat Nahlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa. Januari lalu Ketua Umum PP PSNU Pagar Nusa, M Nabil Haroen mengundangnya dalam konser amal untuk masyarakat yang terkena musibah banjir di Jakarta dan sekitarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Nabil Haroen mengatakan bahwa sosok Didi tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan. "Karena beliau sudah sangat sukses menjadi duta budaya Indonesia. Sesungguhnya mungkin ini terlalu kecil buat Mas Didi Kempot. Selain beliau melestarikan tradisi-tradisi, budaya-budaya Jawa, beliau juga akan mempopulerkan Pencak Silat sehingga akan terkenal di mata dunia," kata pria yang kerap disapa Gus Nabil ini.
Gus Nabil juga menyatakan bahwa Didi Kempot melalui karya-karyanya mampu mempersatukan banyak orang. Oleh karena itu, ia berharap pemilihannya sebagai duta Pagar Nusa membawa dunia pencak silat lebih maju.
Sementara Didi Kempot mengaku bahagia. Ia berharap kepercayaan dari Pagar Nusa kepada dirinya bisa memberikan manfaat buat bangsa Indonesia.
Dengan berpulangnya Didi Kempot, Gus Nabil menyampaikan dukanya yang mendalam. Dalm sebuah wawancara di portal online, bahwa wafatnya Didi Kempot mewariskan amal. Di tengah pandemi Covid-19, Didi telah menggalang dan hingga 9 miliar, angka fantastis diluat dugaan semua orang. Dari hasil penggalangan dana tersebut juga sudah didonasikan ke lembaga-lembaga organisasi Islam, di antaranya ke LAZIS NU dan lembaga keuangan Muhammadiyah, masing-masing 2 miliar.
"Ini warisan Didi Kempot yang wafat setelah beramal shaleh. Didi Kempot sangat gemar beramal," tutur Gus Nabil.
Komiten Mengenalkan Bahasa Daerah
Kegigihannya mengenalkan lagu-lagu dalam bahasa Jawa luar biasa. Ia komitment dengan tujuannya. Dari karyanya Sewu Kutho, Solo Bapalan yang sempat hits di tahun 2016 itu nama Didi Kempot sudah mendapat tempat tersendiri di hati penggemarnya yang mayoritas generasi baby boomers. Namun dua tahun belakangan, harapannya terwujud, lewat lagu-lagunya bertemakan patah hati, mulai diterima anak-anak muda. Bahkan akhirnya muncul sebutan “The Goodfather of Broken Heart “ dan belakangan menjadi “The Lord of Broken Heart.”
Komitmennya untuk mengenalkan bahasa Jawa sangat kuat, setting lagu-lagunya menggunakan bahasa Jawa ngoko sangat lekat dengan masyarakat Jawa umumnya dalam keseharian. Maka itu, lagu-lagunya bisa diterima dengan baik. Namun diluar itu, misi Didi untuk mendekatkan pada generasi muda dengan bahasa Jawa sangat tampak. Pilihan tersebut secara sadar dilakukan karena Didi memiliki tujuan besar sebagai seniman campursari, yakni melestarikan bahasa daerah.
Tentu saja upaya Didi ini patut mendapat apresiasi, mengingat kederadaan bahasa daerah mengalami tantangan eksistensi, bahkan terancam kepunahan. Di Indonesia terdapat 718 bahasa daerah, sayangnya sebagian besar mulai terancam keberadaannya karena kehilangan penutur.
Mengapa demikian, sebab generasi baru yang lahir yang kini menjadi generasi millennial tidak mendapatkan transfer bahasa Ibu-nya, sehingga lambat laun akan kehilangan dan tidak menguasai bahasa Ibu. Unesco mencatat sekitar 13 bahasa daerah di Indonesia mengalami kepunahan.
Maka, ditengah upaya pemerintah yang masih minimalis mempertahankan bahasa daerah, apa yang dilakukan Didi lebih jelas dan berhasil. Kepergian Didi menjadi PR besar kita semua untuk tetap mempertahankan bahasa daerah sampai kapanpun. Selamat jalan Pakdhe, semoga kami mampu melanjutkan perjuanganmu.
* Pengurus LTN NU Jawa Timur
COMMENTS