Oleh: Agus Maftuh Abegebriel (Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi) Saat di Pondok Pesantren, Romo Kyai mengajari saya Ilmu Ba...
Oleh:
Agus Maftuh Abegebriel
(Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi)
Saat di Pondok
Pesantren, Romo Kyai mengajari saya Ilmu Balaghah mulai Ma’ani, Bayan
dan Badi’. Salah satu yang “TOP URGENT” dalam ilmu Balaghah ini adalah
ketika berkomunikasi harus “muqtadhal hal” artinya harus memperhatikan
psikologi dan sosiologi audien (mukhatab).
Berdasarkan
“Epistemologi Kaum Sarungan” tersebut, tidak mungkin saya menyapa
saudara-saudara saya para WNI di Arab Saudi yang kangen tanah air dengan
melantunkan lagu “My Way”nya Frank
Sinatra, I Love You-nya Sofie, Careless Whispher-nya George Michael atau
Endless Love-nya Lionel Richie dan Diana Ross. Pasti saya akan dihujat
sebagai santri yang “Un-muqtadhal hal” atawa tak peduli dan buta
terhadap mukhatab (audiens).
Saya harus memastikan bahasa kultural yang “mujma’un alaih” yang sudah
disepakati sebagai konsensus bersama. Bahasa yang kompatibel “for all
season and all reason” tersebut adalah bahasa dangdutnya Rhoma Irama
(kawan2 Madura memanggilnya dengan “Ma Rama”).
Saya menyebut
penyapaan WNI di Saudi ini sebagai “DIPLOTAINMENT” (Diplomacy and
Entertainment), diplomasi sekaligus menghibur, mencoba “tersenyum
Bersama” sesama anak bangsa di perantauan.
Istilah diplotainment
memang tidak pernah muncul dalam diskursus bilateral karena sejak saya
bertugas 14 Maret 2016 sering saya kenalkan “bid’ah diplomasi”. Salah
satunya adalah istilah SAUNESIA (Saudi – Indonesia) yang tidak ditemukan
dalam kamus apapun, namun saya yakin ruhnya selalu ada di relung hati
kedua bangsa besar ini.
Memahami lirik lagu Tabir Kepalsuan ini
juga harus dengan ilmu balaghah, karena ada “tasybih”. Ada “musyabbah,
musyabbah bih dan wajah tasybih” ada majaz mursal juga plus kinayah.
Klosing liriknya juga sedikit melo:
Telah kupaparkan segalanya padamu
Siapa diriku
Kini kuserahkan kepadamu untuk
Menentukan sikapmu
'Kan kuterima itu walaupun hati
Pedih dan merana
Karena 'ku tahu tak seorang pun bisa
Memaksakan cinta
(Ungkapan personal ketika di Kampus IAIN SU-KA selalu ditolak cewek).
Siapa diriku
Kini kuserahkan kepadamu untuk
Menentukan sikapmu
'Kan kuterima itu walaupun hati
Pedih dan merana
Karena 'ku tahu tak seorang pun bisa
Memaksakan cinta
(Ungkapan personal ketika di Kampus IAIN SU-KA selalu ditolak cewek).
Sehari sebelum peringatan Migrants Day ini, dalam acara pisah sambut
Atase Pertahanan KBRI, Athan yg lama dan baru harus membawakan lagu.
Saya juga kebagian pegang mikropon tuk cek sound dan olah vokal.
Operator musik sempat kebingungan karena saya minta sebuah lagu “Qobla
as-Syuruq”. Semua diplomat berusaha membantu operator tuk mencarikan
notasi lagu tersebut dan tetap tak ketemu. Para staf alumni al-azhar
juga nyari di list lagu2 timur tengah tetap tak ditemukan.
Akhirnya saya jelaskan bahwa lagu “Qobla as-Syuruq” (قبل الشروق) ini
adalah lagu sufi, artinya “saat2 sebelum terbitnya fajar kadzib”. Qobla
as-Syuruq adalah “sepertiga malam” ketika kita munajat dan tahajud
memohon kepada Allah.
Lalu “Qobla as-Syuruq” قبل الشروق itu lagu opo?
Qobla as-Syuruq dinyanyikan oleh Noe Letto, anaknya Mbah Emha dengan judul “Sebelum Cahaya”. Owalahhhhh Letto to. Saya bawakan lagu ini biar diplomat KBRI berjiwa milenial dan selalu dekat dengan Allah Jalla wa Ala
COMMENTS