header-wrapper { background:#ffffff URL(/images/banner.png); height:240px; width:600px; margin:0 auto 0px; border:0px solid $bordercolor; }

Dari Lampung untuk NU: Sebuah Catatan Sejarah

Oleh: Ayung Notonegoro* Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) baru saja memutuskan jika muktamar pada 2020 akan dihelat di Provinsi La...



Oleh: Ayung Notonegoro*

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) baru saja memutuskan jika muktamar pada 2020 akan dihelat di Provinsi Lampung. Keputusan ini, merupakan kali kelima, Muktamar NU digelar di luar Jawa. Sekali di Kalimantan - yakni di Banjarmasin (1936) - dan dua kali di Sumatera; Palembang (1952) dan Medan (1956), dan sekali di Sulawesi; Makasar (2010).

Meski baru pertama kali menghelat Muktamar, bukan berarti Lampung asing dari event nasional skala besar yang dilaksanakan oleh PBNU. Salah satunya adalah Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) dan Konferensi Besar (Kombes) Nahdlatul Ulama pada 21-25 Januari 1992 yang bertempat di Bandar Lampung.

Munas dan Konbes NU di Bandar Lampung ini, memiliki nilai historis yang cukup tinggi. Di sini, dihasilkan keputusan-keputusan penting. Seperti; sistem pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul masail di lingkungan NU, masalah bank Islam hingga soal asuransi.

Lebih dari itu, pada Munas dan Konbes NU di Lampung ini, terjadi dinamika politik yang cukup tinggi di puncak tampuk kepemimpinan Nahdlatul Ulama. Ada pergantian Rais Amm PBNU yang tak umum. KH. Ali Yafie yang menjabat Rais Amm sepeninggal KH. Achmad Siddiq mengundurkan diri.

Mundurnya Kiai Ali Yafie sebagai pimpinan tertinggi di NU menjadi "top isu" dalam Munas dan Konbes yang bertempat di gedung serba guna Universitas Lampung itu. Mulai dari penyebab mundurnya ulama asal Sulawesi Selatan itu, hingga siapa calon penggantinya menjadi bahasan hangat di dalam maupun di luar forum.

Soal pengganti, misalnya. Ini menjadi bahasan yang cukup dramatis. Majalah Tempo edisi 1 Februari 1992 mengupasnya dengan cukup detail. Sebenarnya, pada forum Konbes, ada usulan untuk posisi Rais Amm dibiarkan kosong hingga tiba Muktamar dua tahun mendatang. Selama itu, akan dibentuk Dewan Syuriyah yang menjalankan tugas Rais Amm.

Akan tetapi, pada rapat lanjutan, usulan tersebut lenyap. Kebijakan untuk mencari pengganti Rais Amm disepakati. Melalui Rapat Pleno PBNU, hal tersebut diputuskan. Ada dua pendapat yang muncul pada rapat yang diikuti oleh enam anggota PBNU dan 24 perwakilan PWNU se Indonesia.

Pertama, mengacu pada pasal 25 Anggaran Dasar NU. Dimana, pengganti Rais Amm dan wakilnya adalah jajaran Syuriyah yang berada di bawahnya. Dengan usulan yang didukung 16 wilayah ini, memungkinkan KH. Yusuf Hasyim naik menjadi Rais Aam dan KH. Sahal Mahfuz menjadi wakilnya.

Sedangkan usulan kedua--didukung oleh 8 suara--menghendaki posisi Rais Aam harus tetap diisi. Tapi, tak harus mengacu pada pasal 25. Alasannya merujuk pada proses terpilihnya Kiai Ali Yafie yang tak secara otomatis menjadi Rais Amm.

Atas dinamika pleno tersebut, Kiai Yusuf Hasyim yang menjadi pimpinan sidang tertarik untuk mencalonkan diri. Bahkan, ia menggelar pertemuan khusus di rumah makan Danau Kembar yang tak jauh dari arena Konbes. Dari sana muncul kesepakatan bahwa Pak Ud - sapaan karib Yusuf Hasyim - menjadi Rais Amm dan Kiai Sahal menjadi wakilnya.

Namun, niatan Pak Ud tadi, mendapat tentangan dari Gus Dur. Ketua Umum PBNU yang masih keponakannya itu, tak setuju dengan langkah Yusuf Hasyim. Gus Dur justru mencalonkan Kiai Sahal sebagai Rais Amm. Gus Dur berpendapat, Kiai Sahal lebih tepat jadi Rais Amm karena memiliki latar belakang keulamaan yang sangat kuat.

Walaupun nama Kiai Yusuf dan Kiai Sahal ramai diperbincangkan sebagai kandidat kuat Rais Amm, ternyata tak demikian dengan kenyataan. Justru yang kemudian terpilih, adalah sosok ulama yang tak diperhitungkan sebelumnya.

Dalam pleno, Kiai Yusuf mendeklarasikan dirinya tak ingin maju menjadi Rais Amm. Besar kemungkinan karena termakan gerakan yang dibuat Gus Dur. Akan tetapi, Kiai Sahal pun tak berkenan dipilih. Ia hanya mau sebatas menjadi wakil rais.

Pemilihan Rais Amm pun kembali menemui jalan buntu.

Dalam situasi demikian, Kiai Yusuf selaku pimpinan sidang menyerahkan keputusan pemilihannya diserahkan kepada para pengurus syuriyah saja. Dalam rapat rumpun syuriyah itu, Kiai Moenasir ditunjuk sebagai pimpinan rapat yang hanya beranggotakan delapan orang itu. Akan tetapi, dua diantaranya tak hadir. Yaitu, Kiai Yusuf dan Kiai Sahal.

Kiai Moenasir yang merupakan Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah kala itu, memiliki ide untuk memilih Rais Amm diantara Kiai Yusuf, Kiai Sahal dan para kiai yang ikut dalam rapat tersebut. Atas ide itu, kemudian KH. Usman Abidin, Rais Syuriyah PWNU NTB, mengambil kertas untuk dilakukan pemilihan langsung. Masing-masing peserta sidang punya hak menulis dua nama untuk Rais Amm dan wakilnya.

Dari proses itu, KH. Ilyas Ruchiyat dari Singaparna, Jawa Barat mendapat 7 suara dan Kiai Sahal mendapat 5 suara. Sedangkan Kiai Yusuf, KH. Fuad Hasyim dan KH. Usman Abidin hanya memperoleh satu suara. Dari hasil tersebut, akhirnya Konbes NU Bandar Lampung itu, memutuskan KH. Ilyas dan KH. Sahal sebagai Rais Amm beserta wakilnya.

Hasil itu, mengangetkan banyak pihak. Tak terkecuali Gus Dur. Nama pengasuh Pesantren Cipasung itu, tak pernah diduga sebelumnya bakal memimpin tampuk tertinggi organisasi keislaman terbesar di dunia itu. Namun, garis takdir telah menentukannya.

"Dengan adanya Kiai Ilyas menjadi Rais Amm, NU akan tenang. Semuanya akan ditidurkan," ungkap Gus Dur saat diwawancara Tempo.

Benar apa yang dikatakan Gus Dur. Di bawah kepemimpinan ajengan tersebut, NU yang sempat bergolak, kembali stabil.

Stabilitas itu, saya kira, menjadi poin penting dalam catatan sejarah Lampung sebagai tuan rumah Muktamar NU mendatang. Semoga nantinya, keputusan-keputusan yang lahir dari Muktamar Lampung menghasilkan kestabilan. Tak hanya bagi NU dan Islam, namun juga bagi Indonesia serta dunia. Amin. (*)
________________
*PCNU Banyuwangi

COMMENTS

Name

Arsip,24,artikel,200,Buku,5,Fiksi,4,kajian perempuan,4,kitab,16,lombakisah,14,manuskrip,12,peristiwa,129,prestasi,12,rehat,39,resensi,13,testimoni,47,tokoh,108,
ltr
item
Halaqoh: Dari Lampung untuk NU: Sebuah Catatan Sejarah
Dari Lampung untuk NU: Sebuah Catatan Sejarah
https://1.bp.blogspot.com/-P_qWiSzYt3Y/XaB5fa1-TrI/AAAAAAAAQo0/AB2su0ygOTMqlhBkUcrlA_L2KmjN6ICUgCLcBGAsYHQ/s640/FB_IMG_1570797897560.jpg
https://1.bp.blogspot.com/-P_qWiSzYt3Y/XaB5fa1-TrI/AAAAAAAAQo0/AB2su0ygOTMqlhBkUcrlA_L2KmjN6ICUgCLcBGAsYHQ/s72-c/FB_IMG_1570797897560.jpg
Halaqoh
https://www.halaqoh.net/2019/10/dari-lampung-untuk-nu-sebuah-catatan.html
https://www.halaqoh.net/
https://www.halaqoh.net/
https://www.halaqoh.net/2019/10/dari-lampung-untuk-nu-sebuah-catatan.html
true
2194765370271214888
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy