oleh : Mochammad Fuad Nadjib Tradisi penyelenggaraan sidang isbat untuk menentukan kapan awal Ramadhan dan Iedul Fitri, ternyata di ...
oleh : Mochammad Fuad Nadjib
Tradisi penyelenggaraan sidang isbat untuk menentukan kapan awal Ramadhan dan Iedul Fitri, ternyata di awali dari pertemuan akbar “Kongres Al Islam” di Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Maret 1938). Mengutip artikel surat kabar ‘De Indische Courant 5 Maart 1938’. Dikabarkan bahwa kongres dihadiri sekitar 4.000 orang, termasuk kaum muslimah yang duduk di atas tikar di lantai yang dipisahkan dengan tabir kain.
Pertemuan dibuka oleh Bapak Wondoamiseno, yang menurutnya Masjid Agung Sunan Ampel merupakan tempat yang bagus, karena pertemuan itu diadakan di situs sejarah Sunan Ampel. Dalam kata pembukaannya beliau sampaikan bahwa pada kongres serupa sebelumnya pernah diselenggarakan di Gedung Nasional Surabaya, dengan dipungut biaya sewa gedung sebesar ƒ 1 (1 NL Gulden).
Tokoh-tokoh yang hadir dalam pertemuan ini dan kemudian ditunjuk sebagai pimpinan dan anggota Dewan Tinggi, antara lain : Tuan Kijai H. M. Achmad DachIan, penasihat (kelompok netral), W Wondoamiseno, Sekretaris (PSII), Kijai H. Abdul Wahab (Nadhatoel Ulama) - Kijai H. Faqih Usman (Moehammadijah), Sech Umar Hoobis (Al Irsjad), dan Sech Mohamad Hoesein Ba'aboed (Al-Chairijah) anggota.
Kongres membahas seputar isu-isu Islam saat itu, dengan catatan Dewan Tinggi diharapkan tidak mengganggu politik maupun pemerintah Hindia Belanda atau pemerintah lainnya. Melalui pembentukan dewan ini diharapkan secara bertahap dapat mengatasi perbedaan di antara kelompok Islam, dan menciptakan pemahaman umat yang lebih baik.
Kiai H. M. Mansur, presiden "Muhammadiyah" kemudian mengambil tempat untuk berbicara tentang "Komitmen untuk penyatuan sehubungan dengan hari mulai dari Poeasa".
Keputusan penting oleh kongres antara lain :
Dalam kesempatan terakhir, Bapak Wondoamiseno, mengumumkan adanya sebuah komite di Batavia, "Ancar al Islam", untuk membantu saudara seiman yang menderita di Palestina dalam bentuk material dan finansial.
Pertemuan ditutup setelah tengah malam.
Sumber : De Indische Courant 5 Maart 1938
Tradisi penyelenggaraan sidang isbat untuk menentukan kapan awal Ramadhan dan Iedul Fitri, ternyata di awali dari pertemuan akbar “Kongres Al Islam” di Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (Maret 1938). Mengutip artikel surat kabar ‘De Indische Courant 5 Maart 1938’. Dikabarkan bahwa kongres dihadiri sekitar 4.000 orang, termasuk kaum muslimah yang duduk di atas tikar di lantai yang dipisahkan dengan tabir kain.
Pertemuan dibuka oleh Bapak Wondoamiseno, yang menurutnya Masjid Agung Sunan Ampel merupakan tempat yang bagus, karena pertemuan itu diadakan di situs sejarah Sunan Ampel. Dalam kata pembukaannya beliau sampaikan bahwa pada kongres serupa sebelumnya pernah diselenggarakan di Gedung Nasional Surabaya, dengan dipungut biaya sewa gedung sebesar ƒ 1 (1 NL Gulden).
Tokoh-tokoh yang hadir dalam pertemuan ini dan kemudian ditunjuk sebagai pimpinan dan anggota Dewan Tinggi, antara lain : Tuan Kijai H. M. Achmad DachIan, penasihat (kelompok netral), W Wondoamiseno, Sekretaris (PSII), Kijai H. Abdul Wahab (Nadhatoel Ulama) - Kijai H. Faqih Usman (Moehammadijah), Sech Umar Hoobis (Al Irsjad), dan Sech Mohamad Hoesein Ba'aboed (Al-Chairijah) anggota.
Kongres membahas seputar isu-isu Islam saat itu, dengan catatan Dewan Tinggi diharapkan tidak mengganggu politik maupun pemerintah Hindia Belanda atau pemerintah lainnya. Melalui pembentukan dewan ini diharapkan secara bertahap dapat mengatasi perbedaan di antara kelompok Islam, dan menciptakan pemahaman umat yang lebih baik.
Kiai H. M. Mansur, presiden "Muhammadiyah" kemudian mengambil tempat untuk berbicara tentang "Komitmen untuk penyatuan sehubungan dengan hari mulai dari Poeasa".
Keputusan penting oleh kongres antara lain :
1.
Pembentukan dewan tinggi untuk
umat Islam, "Al-Islami Madjlisoe- A'laa", yang berkantor pusat di
Surabaya. Dewan ini tidak memiliki presiden (ketua) secara tetap, namun akan
dipilih oleh perwakilan dari asosiasi yang berafiliasi, pada setiap kali
diadakan pertemuan.
2.
Penentuan hari awal Poeasa (bulan
puasa). Keputusan ini diambil dikarenakan adanya perbedaan penentuan permulaan Ramadhan,
yang konsekuensinya hari lebaran (Iedul Fitri) tidak dirayakan pada hari yang
sama. Situasi yang seperti ini harus dapat diakhiri. Pada hari-hari pertama
bulan Arab ‘Dumadilachir’, asosiasi yang berafiliasi dengan "Al-Madjlisul
lslam Al'aa Indonesia" akan diminta untuk menyerahkan laporan hasil
terlihatnya bulan (rukyat) kepada sekretariat dewan tersebut, untuk penetapan
awal bulan Ramadhan (Poeasa) dan Iedul Fitri.
3.
Rencana pembelian kapal haji
sendiri, diusulkan oleh H. Sudjak dari Djokjakarta. Untuk tujuan ini Komite
telah membentuk pendirian N.V. untuk pembelian kapal, yang sahamnya dapat
dibeli masyarakat.
Dalam kesempatan terakhir, Bapak Wondoamiseno, mengumumkan adanya sebuah komite di Batavia, "Ancar al Islam", untuk membantu saudara seiman yang menderita di Palestina dalam bentuk material dan finansial.
Pertemuan ditutup setelah tengah malam.
Sumber : De Indische Courant 5 Maart 1938
COMMENTS