Oleh: Syaifullah* Dikatakan jurnalisme santri lantaran ada kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh mereka yang tengah belajar...
Oleh:
Syaifullah*
Dikatakan
jurnalisme santri lantaran ada kegiatan partisipasi
aktif yang dilakukan oleh mereka yang tengah belajar di pesantren atau para alumni yang tengah berada di tempat lain. Mereka dengan penuh semangat melakukan kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dan berita. Dan
seiring dengan perkembangan zaman, alih teknologi serta keinginan untuk
eksistensi diri, jurnalisme
seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru pada masa mendatang.
Dalam
praktiknya, jurnalisme santri didasari gagasan bahwa mereka –maaf- tidak perlu
mengikuti pelatihan maupun pendidikan jurnalisme profesional, namun dapat
memanfaatkan peralatan teknologi modern dan internet global untuk berkreasi.
Semuanya sudah sangat memadai demi melengkapi kebutuhan akan terungkapnya
sejumlah fakta yang diberitakan.
Jurnalisme santri atau tidak ubahnya
turut disebut dengan citizen journalism merujuk pada pengertian dimana
masyarakat biasa berkontribusi untuk menghasilkan produk jurnalistik (terutama
informasi) yang dibutuhkan kalangan lain. Tak perlu seseorang harus lulus dari
jurusan jurnalistik, atau komunikasi massa, untuk bisa menjadi pewarta.
Nah, jurnalisme
warga yang di dalamnya juga para santri itu bukan hanya mahasiswa atau lulusan
dari sekolah jurnalistik tetapi, siapa saja tidak dilihat dari usia, latar
belakang, pekerjaan atau profesi. Yang memicu jurnalisme santri menjadi tren karena kebutuhan untuk mengetahui informasi
semakin tinggi dan perkembangan teknologi yang semakin canggih.
Dengan keterlibatan santri dalam
memberitakan sesuatu, maka citizen journalism memberi pengertian bahwa,
setiap pengalaman yang ditemui sehari-hari di lingkungannya, atau melakukan
interpretasi terhadap suatu peristiwa tertentu. Semua santri bebas melakukan
hal itu, dengan perspektif masing-masing.
Intinya,
jurnalisme santri/warga/publik atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif mereka dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan berita dan informasi.
Jurnalisme santri adalah bentuk khusus dari media santri yang informasinya
berasal dari santri itu sendiri.
Penguasaan
Dasar
Meskipun jurnalistik warga atau
santri, dasar pengetahuan dan keterampilan (knowledge and skill) menjadi
sebuah hal yang terhindarkan. Dari dasar keterampilan menulis ini nanti
berkembang dengan kemampuan menulis karya jurnalistik lainnya, seperi feature,
artikel, opini, foto jurnalistik, lalu jurnalistik penyiaran (broadcast journalism alias jurnalistik
radio dan televisi).
Jurnalis warga, dengan demikian, mesti mengusai ilmu jurnalistik dasar ini (penulisan berita), meliputi, antara lain:
Jurnalis warga, dengan demikian, mesti mengusai ilmu jurnalistik dasar ini (penulisan berita), meliputi, antara lain:
- Pengertian berita
- Nilai berita (news values)
- Unsur-Unsur Berita (5W+1H)
- Struktur naskah berita
Selain itu, ada sejumlah prinsip
dasar jurnalistik yang harus diperhatikan santri. Setidaknya ada lima prinsip
dasar yang mendesak dan tidak dapat ditawar;
- Akurasi, ketepatan.
- Kecermatan, ketelitian.
- Transparansi, keterbukaan dalam peliputan berita.
- Kejujuran
- Independensi, tidak berpihak dan tidak terikat oleh
kelompok mana pun.
Karenanya,
berita yang dibuat mestilah akurat dari segi penulisan (redaksi) dan konten
(isi, substansi, fakta, data). Karenanya, jurnalis santri memerlukan verifikasi
atau cek-ricek data.
Sekali
lagi ingin ditegaskan bahwa jurnalisme santri sebagai kekuatan baru di era ini.
Dengan ketersediaan sejumlah alat pendukung, maka para santri di belahan dunia
manapun dapat mewartakan kejadian di sekitarnya tanpa harus bergantung dengan
media arus utama.
Pada satu sisi, ini dapat dikatakan
sebagai peluang, dan tentu saja juga tantangan. Jangan sampai kebebasan akses
ternyata dipandang sebagai sarana tanpa batas dan tidak
bertanggungjawab. Lahirnya sejumlah aturan yang akan menjerat siapa saja yang
dengan tanpa melakukan pertimbangan matang tergiur menyebar kabar bohong dan
sejenisnya.
Justru dengan kebebasan ini adalah
sebagai ujian. Apakah mampu dioptimalkan untuk hal positif dan berguna, atau
sebaliknya. Kesadaran bersama bahwa baik dan buruknya kondisi masyarakat
sekitar akan bergantung dengan apa yang kita tulis, kita posting dan sebar.
Jurnalisme santri pada saatnya juga
akan melahirkan para pewarta dari segala penjuru mata angin yang memiliki
kemampuan dan keterampilan, serta juga kepedulian terhadap integritas pribadi
dan tentu saja tidak mengkhianati nurani.
*Pekerja media cetak dan dalam jaringan (daring).
COMMENTS