Oleh: Syaifullah * Akhir pekan lalu, saya diberikan kesempatan istimewa untuk berbicara pada Kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah atau K...
Oleh: Syaifullah*
Akhir pekan lalu, saya diberikan kesempatan istimewa untuk berbicara pada Kajian Islam Ahlussunnah wal Jamaah atau Kiswah. Kegiatan ini rutin diselenggarakan Pengurus Wilayah Aswaja NU Center Jawa Timur pada Sabtu petang.
Pada kegiatan yang juga disiarkan lewat akun Facebook tersebut, saya mengawali dengan data terkait pengguna intenet di tanah air. Fakta terbaru, Jumlah pengguna seluler diprediksi meningkat menjadi 265,3 Juta di tahun 2019 dengan Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate), disingkat CAGR 4,77 persen.
Sementara untuk pengguna smartphone diperkirakan meningkat menjadi 140,4 juta di tahun 2019 (CAGR 26,17 persen). Begitu pun untuk penggunaan internet akan meningkat hingga 178,4 juta tahun 2019 mendatang (CAGR 12,8 persen). Sedangkan untuk pengguna mobile internet diprediksi menjadi 89,4 juta (2019) dengan CAGR 9,23 persen.
Hal itu diungkapkan Dimitri Mahayana, dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB yang juga dalam hal ini sebagai Data Scientist Sharing Vision.
Dimitri mengatakan bahwa seiring dengan pertumbuhan tersebut, pasar gawai di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh Android. Karena telah menguasasi lebih dari 90 persen pasar gawai pintar di Indonesia dan 75 persen di dunia.
Bagaimana dengan penggunaan media sosial? Fakta bahwa pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 ini telah mencapai 80 juta orang atau naik 300% dalam 5 tahun terakhir. Dan hingga tahun 2018, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 145 juta orang. Bahkan 60 juta orang di antaranya, mengakses internet secara mobile.
Data Kominfo April 2012 menyebutkan jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga sangat besar. Setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan di tahun 2016 lalu sudah mencapai 80 juta orang. Belum lagi para pengguna media sosial lainnya, pasti terus bertambah pesat dari waktu ke waktu.
Perkembangan teknologi begitu cepat dan dahsyat, manusia selalu mencari cara berkomunikasi yang cepat, murah, dan praktis. Hanya dalam hitungan detik, kita dapat terhubung ke seluruh penjuru dunia tanpa batas ruang dan waktu. Inilah yang dinamakan dunia maya. Kita dapat dengan mudah beranjang sana kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun asalkan memiliki dukungan teknologi yang dibutuhkan dan terkoneksi ke berbagai penjuru dunia tersebut.
Semua Harus Jadi Duta NU
Angka yang dikemukakan di atas setidaknya harus disikapi dengan penuh optimisme. Bahwa, siapa saja bisa menjadi duta NU khususnya di media sosial alias Medsos.
Dengan sedikit berkelakar, saya tanya peserta Kiswah yang hadir berapa jumlah pertemanan di akun Medsos yang dimiliki. “Pasti jumlah pertemanan kalian melebihi jamaaah pengajian KH Abdurrahman Navis,” kata saya disambut senyum peserta.
Kalau dulu, untuk bisa mengenalkan NU dan ajarannya ke sejumlah warga, maka harus mendatangkan para kiai dan muballigh. “Tapi, saat ini bisa ya dan bisa juga tidak,” kata saya. Cukup dengan membuat status dan membagi aneka konten ke-NUan di Medsos yang kita miliki, maka serta merta telah menjadi duta NU.
Masalahnya mungkin hanya pada upaya selektif memilih narasa dan konten agar yang kita bagi dan sebar adalah sesuai dengan ajaran dari NU dalam hal ibadah, muamalah dan seterusnya.
Dan alhamdulillah, kini warga NU tidak perlu khawatir bila memerlukan konten yang sejalan dengan Aswaja an-Nahdliyah. Cukup buka situs www.nu.or.id, maka segala yang dibutuhkan ada di sana. Berita, profil ulama, kiai, madrasah, pesantren semua ada. Masalah yang hubungannya dengan fikih ibadah, doa harian, khotnah Jumat, juga tersedia dengan lengkap.
Tantangan Literasi Visual
Kendati konten yang mendukung bagi persyaratan untuk diakui sebagai duta NU demikian berlimpah, tantangan yang dihadapi ternyata tidak sesederhana itu. Problem sekaligus tantangan saat ini adalah berdakwah dengan kecenderungan umat.
Bahwa harus diakui bahwa saat ini ada pergeseran kebutuhan asupan sekaligus kegandrungan warga khususnya kaum Muslimin kalangan muda. Mayoritas dari mereka tidak lagi gemar terhadap penjelasan lewat narasi yang panjang dan mungkin membacanya butuh waktu yang melelahkan.
Ada tiga kecenderungan menyampaikan gagasan kepada anak muda, dan mungkin juga kalangan orang tua sehingga pesannya lebih mudah ditangkap. Ketiganya ada dalam satu istilah yakni literasi visual. Sehingga dengan formula tersebut, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk kian efektifnya mengenalkan NU kepada khalayak, yakni lewat desain grafis, fotografi, serta videografi.
Tiga garapan ini mendesak untuk dikuasai dengan baik dan dilakukan penyebaran yang lebih massif lantaran ada sejumlah pertimanagan. Pertama, kurangnya literasi tekstual.
Kedua, perkembangan teknologi informasi yang menuntut adanya perubahan dalam menyapa masyarakat, apalagi medan dakwah. Dan ketiga, kecenderungan para milenial Indonesia yakni lebih memilih visual dibandingkan membaca.
Mungkin sedikit yang dapat saya sampaikan di forum ini bisa membuka diskusi dan perenungan terkait bagaimana orang bisa mengenal NU. Pada saat yang sama, kita juga bisa mengenalkan sekaligus menjadi duta NU di dunia maya dan nyata.
*Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jawa Timur, serta pegiat media.
COMMENTS