Oleh: Mohammad Ikhwanuddin* Dalam masyarakat muslim, salah satu hal yang bisa menjadi pemicu konflik adalah perbedaan amaliyah dalam b...
Oleh: Mohammad Ikhwanuddin*
Dalam masyarakat muslim, salah satu hal yang bisa menjadi pemicu konflik adalah perbedaan amaliyah dalam beribadah. Varian pendapat yang semestinya dapat menjadi rahmat, seringkali tercederai dengan sikap yang kurang baik atas respons perbedaan tersebut.
Pada masyarakat yang homogen, gesekan atas perbedaan tersebut tidak begitu terasa. Amaliyah menjadi tradisi, dijalankan dengan seksama dan tanpa ada keresahan apa pun mengenai ritual yang sedang diamalkan. Hal ini wajar, karena dalam teori psikologi, seserang akan merasa nyaman dan tak perlu risau/cenderung ikut alur dengan tradisi amaliyah yang sudah berjalan dan dilakukan secara terus menerus (bahkan turun temurun) dan dikerjakan oleh kelompok sosial. Para ahli menamai kecenderungan psikis seperti ini sebagai Social Conformity.
Namun kenyamanan dan konsidi social conformity ini akan sedikit pudar jika ada filter kritis yang mengemuka. Pertanyaan, gugatan, dan sanggahan terhadap kemapanan inilah yang kemudian menjadi batu loncat kita, untuk “ngelmuni” atau memberi landasan keilmuan atas amaliyah yang tengah dijalani.
KH Ali Maksum (lahir di Rembang 02 Maret 1915, wafat di Jogja 07 Desember 1989), beliau seorang tokoh terkemuka NU yang pernah didaulat menjadi Rais Am PBNU Periode 1980-1984, memandang bahwa melandasi amaliyah Aswaja yang telah berjalan ratusan tahun ini sangat penting, apalagi dalam mempersiapkan santri unggul sebagai naib anil masyayikh (pengganti/penerus kiai) di tengah masyarakat nanti.
Awalnya, KH Ali Maksum menulis risalah Hujjah Alussunnah wal Jamaah untuk santri di Pesantren Krapyak, di mana beliau menjadi pengasuh pesantren tersebut. Namun, hal itu menjadi berbeda, saat Pengasuh Pesantren al-Masyhadi Manbaul Falah Pekalongan KH. Ahmad Subki Masyhadi (lahir 09 September 1933, wafat 18 November 2011), menghadap KH. Ali Maksum dengan membawa Risalah Hujjah karya KH Ali Maksum yang sudah diberi beberapa catatan, komentar, dan tambahan.
KH. Ahmad Subki yang pernah didaulat menjadi Rais Syuriah PCNU Pekalongan periode 1997-2002 ini dengan rendah hati memohon izin untuk memberikan "catatan, komentar dan tambahan" tersebut kepada KH. Ali Maksum, sembari memohon restu agar kitab tersebut bisa dicetak dan disebarluaskan kepada khalayak umum maupun santri-santri di pesantren lainnya.
Gayung pun bersambut. Secara tertulis, KH Ali Maksum mengabulkan permohonan KH. Ahmad Subki, bahkan KH Ali Maksum memuji hasil catatan tambahan KH Ahmad Subki, karena berkat catatan tambahan itu pula, keterangan yang hendak disampaikan oleh KH Ali Maksum menjadi lebih jelas. Berikut penulis terjemahkan tulisan KH Ali Maksum kepada KH Ahmad Subki:
Surat dari Syaikh al-Mukarram KH Ali Maksum Jogja kepada Akhi al-Fadhil Kiai Subki hafidzahullah.
Assalamulaikum warahmatullahi wa Barakatuh.
Saya sampaikan kepada Anda, Yang pertama, saya telah menelaah dengan teliti dan telah jelas, mengenai apa yang telah engkau kaitkan dan rajutkan pada kitab saya Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah, berupa (catatan) tambahan-tambahan yang penting, yang telah Anda tulis secara terkait di sela-sela pembahasan. Sehingga apa yang saya kehendaki menjadi lebih jelas, dan keterangannya pun menjadi terang/gamblang. Semoga Allah memberi balasan terbaik kepada Anda, sebagaimana Allah memberi balasan yang terbaik untuk para hamba-Nya yang ikhlas. Kedua, saya memberikan restu kepada Anda untuk mencetak kitab tersebut, dan menyebarkannya. Semoga kitab tersebut menjadi simpanan amal kebaikan bagi saya,
Assalamulaikum warahmatullahi wa Barakatuh.
Saya sampaikan kepada Anda, Yang pertama, saya telah menelaah dengan teliti dan telah jelas, mengenai apa yang telah engkau kaitkan dan rajutkan pada kitab saya Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah, berupa (catatan) tambahan-tambahan yang penting, yang telah Anda tulis secara terkait di sela-sela pembahasan. Sehingga apa yang saya kehendaki menjadi lebih jelas, dan keterangannya pun menjadi terang/gamblang. Semoga Allah memberi balasan terbaik kepada Anda, sebagaimana Allah memberi balasan yang terbaik untuk para hamba-Nya yang ikhlas. Kedua, saya memberikan restu kepada Anda untuk mencetak kitab tersebut, dan menyebarkannya. Semoga kitab tersebut menjadi simpanan amal kebaikan bagi saya,
dan semoga kitab tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik.
Wassalam,
KH Ali Maksum.
Kitab Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah, setelah diberi catatan tambahan oleh KH Ahmad Subki menjadi 106 halaman, dan terdiri dari 9 bab penting mengenai amaliyah aswaja, yaitu (1) Menghadiahkan pahala bacaan al-Quran dan Sedekah atas nama Mayit, (2) Shalat Sunnah Qabliyah Jumah, (3) Talqin Mayit setelah Mengebumikannya, (4) Shalat Tarawih, (5) Penetapan Awal Bulan Ramadhan dan Syawal, (6) Ziarah Kubur, (7) Nikmat dan Azab Kubur, (8). Ziyarah Rasul dan Melakukan Perjalanan Ziarah, (9) Penjelasan tentang Tawassul dengan Para Nabi, Para Wali, dan Orang-orang shalih.
Demikianlah sekelumit kisah pembuka kajian tentang Kitab Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah, berikut paparan ringkas tentang historiografi kitab berikut bab-bab materinya.
Semoga, kitab yang selesai ditulis kembali pada 22 Jumadil Akhir 1403 H/ 6 Maret 1983 ini dapat bermanfaat, dan kita manfaatkan sebagai nutrisi keilmuan, penguat amalan, dan menjadi pemantik untuk belajar lebih baik. Karena kebenaran yang telah kita temui dan yakini, seringkali masih membuka ruang kebenaran di lain tempat. Di sanalah, sikap toleran dan makna “perbedaan itu rahmat” akan terus diuji.
_______________
*Penulis adalah alumni beberapa pesantren, di antaranya adalah PP Annur 1 Bululawang Malang, PP Bahauddin Ali Al-Rofi’i Sepanjang, PP Al-Khoziny Buduran, PP Nurul Huda Singosari, dan PP Al-Fattah Singosari, Sekretaris Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor Wedi Sidoarjo. Catatan ini disampaikan dalam kajian perdana Kitab Hujjah Ahlussunnah wal Jamaah, di Masjid Babul Khoir,
Blijon, Wedi, 07 November 2018.
COMMENTS