Oleh: Ahmad Karomi* Jamak diketahui di kalangan sahabat bahwa Rasulullah merupakan tempat bertanya dan tempat tercurahnya segala rasa. ...
Oleh: Ahmad Karomi*
Jamak diketahui di kalangan sahabat bahwa Rasulullah merupakan tempat bertanya dan tempat tercurahnya segala rasa. Apapun yang Rasulullah lakukan dan sampaikan menjadi pembelajaran dan dasar hukum Islam. Termasuk kebiasaan beliau berpuasa.
Dalam kitab Muslim, Abi Daud dan Sunan Al-Nasai disebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya oleh salah seorang sahabat terkait ragam puasa, termasuk puasa hari Senin yang dilakoni beliau. Apa jawabnya? "Di hari itu (senin) aku dilahirkan dan di hari itu pula aku diutus". Menariknya, redaksi ini berupa kalimat tanya jawab, yakni pertanyaan akan hal-ihwal kebiasaan pribadi Nabi, lalu Nabi Muhammad pun menjawab dengan narasi informasi (khabar) yang tidak memiliki muatan instruksi/perintah.
Sejatinya, Rasulullah berpuasa Senin adalah perwujudan rasa syukur atas kelahirannya yang diperuntukkan pribadi (puasa adalah ibadah yang bersifat rahasia antara hamba dan Rabbnya), bukan diperuntukkan publik. Akan tetapi sebagai panutan ummat, beliau sadar bahwa ummat /publik akan merekam dan mengikuti segala hal yang muncul dari dirinya. Hanya tinggal menunggu waktu saja, ummat pasti akan meminta penjelasannya.
Tidak mengherankan tatkala beliau ditanya perihal puasa Senin, Nabi Muhammad cukup menggunakan jawaban yang sederhana dibingkai khabar (informasi) kelahirannya, serta merefleksikan syukur dalam bentuk ibadah yang mudah dilaksanakan, yakni puasa. Nah, ini bila diterjemahkan dalam tradisi Jawa, maka muncullah puasa weton (puasa kelahiran).
Dengan demikian, sangat wajar bilamana Nabi muhammad mengisi ruang pribadinya dengan wadzifah ibadah ringan tapi istiqomah, agar mudah dilaksanakan ummat. Beliau sangat tidak menginginkan ummatnya dibebani ibadah masyaqqot (berat) yang berujung menafikan hak-hak tubuh. Lha wong bab siwak saja beliau khawatir akan memberatkan ummatnya.
Maulid Nabi versi Abuya Dimyathi Banten
Abuya Dimyathi adalah salah satu ulama nusantara yang tidak disangsikan lagi kealimannya. Beliau ahli fiqh, ilmu hikmah, alquran lengkap beserta qiroah sab'ahnya, tafsir, tasawuf, ahli riyadloh, dan dilengkapi thib (pengobatan).
Salah satu luapan perasaan yang beliau tunjukkan adalah beliau sangat girang di saat bulan Maulid tiba. Tak tanggung-tanggung puluhan sapi dan kerbau didatangkan dari penjuru daerah di nusantara, ada sapi dari NTB, dari Sulawesi, Jawa, Kalimantan, hanya untuk momen maulid Nabi.
Saya sempat heran melihat banyaknya sapi dan kerbau tersebut, untuk apa sebanyak itu? Setelah saya bertanya kepada salah satu santri senior, ia mengungkapkan "setiap bulan Maulid tiba, Abuya Dimyathi menyembelih hewan ternak (sapi dan kerbau) sebagai bentuk rasa syukur di hari kelahiran Nabi Muhammad".
Bisa dipastikan, santri yang di kombong (sebutan untuk gubuk pondok) dan masyarakat sekitar pondok girang pula lantaran mendapatkan makan daging gratis selama seminggu dari Abuya Dimyati. Tak ketinggalan pula, marhab (semacam diba'an) dibaca bersama-sama saat malam tiba.
Walhasil, memperingati Maulid Nabi bukan persoalan ibadah mahdhoh saja akan tetapi disitu terdapat pesan rasa syukur, rasa kasih sayang yang diimplementasikan dalam bentuk gerakan bersama melakukan hal-hal positif dalam konteks sosial keagamaan seperti menyantuni anak yatim, menggelar pengajian, membaca alquran, membaca tarikh nabi, diba'an, sholawatan, sedekah, jariyah dan lain sebagainya. Bahkan beberapa daerah memperingati Maulid dengan mengusung kearifan lokal (local wisdom).
Muncul pertanyaan, bagaimanakah mendeskripsikan orang-orang yang menyambut Maulid Nabi dengan suka cita? Saya pun mengibaratkan dengan laku seseorang yang gembira menyambut, menyongsong datangnya "kekasih" tercinta. Jutaan rasa membuncah sehingga menimbulkan ragam ekspresi; ada yang memeluk sang pujaan hati, memuji tanpa henti keelokan sang kekasih pembawa cahaya bagi semesta.
Semoga kita semua termasuk ummat Nabi Muhammad yang mencintai dan dicintai olehnya. Selamat memperingati Maulid Nabi.
________________
*PW LTNNU Jatim, alumni Alfalah Ploso Kediri.
COMMENTS