Oleh: Fahmi Ali NH Dalam kunjungan Gus Yahya Cholil Staquf di Ponpes Al Amin Sooko Mojokerto kemarin menceritakan perihal dakwah Mbah K...
Oleh: Fahmi Ali NH
Dalam kunjungan Gus Yahya Cholil Staquf di Ponpes Al Amin Sooko Mojokerto kemarin menceritakan perihal dakwah Mbah Kiai Syahid Kemadu yang suatu malam dikabari bahwa ada seorang warga kampung yang meninggal. Segera Mbah Syahid mengajak santrinya yang bernama Husein untuk takziah ke rumah sohibul musibah.
Sekedar info, Mbah Syahid Kemadu Rembang, oleh KH. Musthofa Bisri dijuluki dengan Kiai Alhamdulillah. Mengapa demikian? Lantaran Mbah Syahid dikenal sebagai ulama yang "grapyak" (ramah, santun) dan "entengan" (ringan) mengucapkan syukur alhamdulillah dalam segala hal. Beliau sosok Kiai yang sangat peduli kepada masyarakatnya, terutama bila ada warga kampung yang kesusahan atau meninggal.
Mbah Syahid tidak pernah sungkan untuk blusukan ke ruang dapur warga setempat, sekedar untuk mencari warga kampung yang belum makan. Laku ini mengingatkan Nabi Ibrahim yang juga suka mencari umatnya yang belum makan untuk diajak makan.
Begitupula ketika ada warga yang meninggal, Mbah Syahid meninggalkan segala urusan--mirip sikap Kiai Muharrom Karangkates Kediri--demi untuk menghormati jenazah.
Nah, kembali ke cerita, meskipun malam sangat gelap di kampung itu, Mbah Syahid tetap datang untuk takziah ke rumah "sohibul musibah" dengan ditemani santrinya. Setelah berjalan beberapa langkah, dari kejauhan tampaklah bangunan rumah "sohibul musibah" yang dipenuhi lampu terang benderang, pertanda banyaknya orang yang datang bertakziah.
Tatkala langkah Mbah Syahid beserta santrinya itu semakin mendekati rumah sohibul musibah, tak dinyana, terlihat pemandangan yang membuat Mbah Syahid dan santrinya kaget. Apa sebab? Ternyata orang-orang yang ada di situ (di rumah sohibul musibah) banyak yang main "gaple" pake duit alias judi. Bagaimana tidak kaget, Lha wong di situ ada orang mati, koq malah main judi.
"Oalah, ayo wes nak, kita pulang aja, besok aja kita takziahnya," Ajak Mbah Syahid pada santrinya. Mendengar ajakan pulang Mbah Syahid, si santri penderek itu tambah kaget lagi, sehingga santri bernama Husein itu bertanya:
"Lho, kados pundi to Yai? Wonten tiyang main judi mboten teng panggenane kok mboten malah diobrak lan dinasehati? (Lho, bagaimana sih Kiai? Ada orang main judi tidak pada tempatnya koq tidak dibubarkan dan dinasehati?)" Tanya santrinya heran.
"Gini lo, kalo saya obrak sekarang, mereka jadi berhenti main sebab sungkan ada saya. Tetapi Kalo nanti gak ada saya, mereka bakal main lagi. Kalo sungkan terus-terusan sama saya, lama-lama mereka "emoh" (tidak mau) ketemu saya. Kalau emoh ketemu saya, mereka gak bakal gelem ngaji. Kalo mereka "gak gelem" (tidak berkeinginan) ngaji, ya gimana mereka berhenti berbuat dosa?" Ujar Mbah Syahid menjelaskan. Santrinya tertegun dan diam-diam membenarkan.
Cerita ini jadi satu pelajaran bahwa amar ma'ruf nahi munkar itu bukan hanya soal menghilangkan kemaksiatan ketika itu, tapi juga efek jangka panjangnya untuk objek dakwah itu sendiri. Ketika dakwah yang ada di depan mata itu tampak sulit dilakukan, maka cara berdakwah harus menggunakan strategi yang disesuaikan--kalau perlu menggunakan "jalan memutar" agar tujuan dakwah itu berhasil, baik untuk saat ini maupun untuk masa depan-- dengan objek dakwah. Ini salah satu wujud dari sikap rouf dan rohim seorang ulama. Ditambah lagi, riyadloh bathiniyah seorang Kiai mendoakan masyarakatnya agar insaf dilakukan dalam tiap tahajjudnya.
Akhirnya Mbah Syahid dan santrinya pun pulang ke ndalem, tidak jadi takziah malam itu. Beliau meninggalkan rumah sohibul musibah yang dipenuhi orang-orang main judi, bahkan tidak ada seorangpun menyadari kedatangan dan kepergian Mbah Syahid dan santrinya.
Ila ruuhi Mbah Syahid Kemadu Al Faatihah.
_____________________
*PW LTNNU Jatim
COMMENTS