Oleh: Wasid Mansyur Dunia literasi, baik membaca maupun menulis adalah aktivitas yang tidak jauh dari lingkungan kita sebagai manusia. ...
Oleh: Wasid Mansyur
Dunia literasi, baik membaca maupun menulis adalah aktivitas yang tidak jauh dari lingkungan kita sebagai manusia. Karenanya, surat Iqra' dalam al-Qur'an layak dijadikan landasan teologis bagaimana pentingnya tradisi literasi mengiringi ruang publik kemanusiaan dengan kontestasi yang dihadapi antar sesama sesuai maksud dan kepentingan keduniaan atau ideologi.
Surat Iqra' juga memberikan warning kepada kita semua agar dalam membaca, baik alam jagat medsos atau tulisan, sebagai bagian dari literasi harus tetap memperhatikan nilai keluhuran, yakni dengan menghadirkan atas nama Tuhan dalam setiap bacaan -termasuk dalam setiap langkah menulis- (iqra' bismi rabbika). Warning ini memastikan agar kualitas bacaan dan efek yang diakibatkan bermuatan kebaikan, sekaligus tetap dalam rangka mewujudkan kehidupan manusia yang bermartabat.
Oleh karenanya, dalam konteks di atas acara Kongres Asosiasi Penerbit Nadlatul Ulama se-Jatim yang di adakan di PWNU Jatim pada hari Sabtu tanggal 14 Juli 2018, menjadi sangat penting, bukan saja sebagai sarana silaturrahim antar pegiat literasi, penulis, pembaca dan penerbit. Tapi sekaligus menyatukan persepsi tentang pentingnya membangun peradaban literasi yang bermartabat.
Tradisi Literasi bermartabat, tidak hanya berpikir bagaimana tradisi ini mendorong manfaat secara materi yang ujung-ujungnya cukup pada kepuasan materi juga. Ada tanggung-jawab semua pihak, yakni penulis, pembaca dan penerbit, yang terlibat dalam tradisi illiterasi untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat.
Peradaban bangsa yang bermantabat ditandai dengan masyarakatnya yang memiliki tingkat tradisi baca-tulis yang tinggi. Membaca akan menciptakan keterbukaan dalam melihat realitas konteks masyarakat pembaca. Begitu juga, menulis yang membutuhkan kontemplasi mengajarkan penulisnya untuk mengawal keterhatian dalam banyak hal sebagaimana penulis menjaga secara jeli tulisannya agar tidak salah susunannya atau salah penuangan gagasannya.
Dari pembaca yang baik, sekaligus penulis yang baik akan menghasilkan buku-buku yang baik, kritis untuk memberikan gagasan pencerahan bagi semua khalayak yang asik dalam tradisi literasi, termasuk literasi di Media Sosial. Pasalnya, literasi di Medsos sangat liar dan sangat terbuka sehingga butuh gagasan cerdas para literator yang mencerahkan, bukan yang literator propokatif dengan ujaran kebencian dan hoaxnya.
Lebih dari itu, pemerintah memiliki andil besar mengatur regulasi agar dunia literasi berjalan dengan baik dalam turut serta mewujudkan martabat bangsa, yang tetap hidup saling kebersamaan dalam perbedaan. Kesalahan regulasi membangun kesadaran literasi akan membahayakan para pengguna dengan hadirnya buku-buku atau tulisan di medsos yang isinya bertentangan dengan cara pandang kita sebagai bangsa dengan Pancasila sebagai salah satu dasar ideologi. Misalnya, buku-buku penuh hasut, radikal dan ajakan menjadi jihadis atau teroris.
Jadi, Asbit-NU harus dijadikan jejaring kuat antar pegiat literasi untuk melawan literasi yang tidak bermartabat, yakni literasi kebencian dan provokasi. Perlawanan ini layak dilakukan disemua bidang sesuai dengan garapan dan kecenderungan masing-masing. Semoga ikhtiar Asbit-NU menjadi jalan terang yang dapat menerangi semua lapisan masyarakat. Semoga Kuasa-Nya mengiringi gerakannya. Amin.
COMMENTS