Oleh: Ayung Notonegoro Nahdlatul Ulama memang terlahir di Surabaya, Jawa Timur. Namun, tidak serta merta kepengurusan wilayah NU di Jat...
Oleh: Ayung Notonegoro
Nahdlatul Ulama memang terlahir di Surabaya, Jawa Timur. Namun, tidak serta merta kepengurusan wilayah NU di Jatim ini terbentuk. Ada proses panjang yang mengawalinya.
Memasuki tahun ketiga NU berdiri, Hadratusysyekh KH. Hasyim Asy'ari tergerak untuk mendirikan Cabang NU di berbagai daerah. Seiring waktu, upaya tersebut menuai hasil yang memuaskan. Pada 1934, hampir 60 persen--menurut KH. Wahid Hasyim--daerah di Nusantara ini mulai berdiri kepengurusan cabangnya. Untuk mempermudah dalam mengurus Cabang NU itulah, Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) membentuk konsul. Tugasnya adalah mengkoordinasi beberapa cabang di sekitarnya.
Dari kepengurusan konsul inilah yang menjadi cikal bakal dari kepengurusan wilayah Nahdlatul Ulama yang daerah setingkat provinsi. Di Jatim sendiri, sebelum berdiri PWNU, terdapat tiga konsulat. Pertama adalah Konsul Madura yang dipimpin oleh KH. Abdul Munif dari Bangkalan. Daerahnya tentu saja meliputi seluruh Madura. Adapula konsul Malang yang diketuai oleh KH. Iskandar Sulaiman dengan daerahnya Cabang NU di seputar mataraman dan pantura.
Sedangkan wilayah timur Jatim dikoordinir oleh Konsul Pasuruan. Konsul ini bahkan meliputi Bali hingga Nusa Tenggara. Ketua konsulnya saat itu adalah KH. M. Dahlan, namun ada sumber lain yang menyebut KH. Abdurrahman sebagai ketuanya. (baca: Muktamar ke-IX NU di Banyuwangi dalam buku Sejarah NU Banyuwangi). Bisa jadi perbedaan nama tersebut hanya soal pergantian. Kiai Abdurrahman adalah ketua konsul yang pertama kemudian digantikan oleh Kiai Muhammad Dahlan.
Seiring waktu, tiga konsul tersebut bermufakat untuk menjadi satu struktur. Hal ini dipicu oleh pelaksanaan Muktamar ke-XX NU pada 1954. Ketiga konsul tersebut melebur dalam satu kepengurusan dalam naungan Majelis Konsul NU Jawa Timur. Pada saat itu, KH. Mahfudz Samsul Hadi yang berasal dari Banyuwangi terpilih sebagai ketua majelis. Sedangkan Kiai Umar Burhan ditunjuk sebagai sekretarisnya. Selain itu, juga dilengkapi dengan bendahara, pembantu bidang dakwah, Ma’arif, Mabarot, Muslimat, Pertanian dan Perekonomian.
Penyatuan konsul ini erat kaitannya dengan pelaksanaan Pemilu 1955 yang melibatkan Partai NU. Saat itu, hirarki partai tak mungkin menggunakan sistem konsul. Namun mengikuti konstruksi Nasional yang menempatkan struktur partai di tingkat Provinsi. Berkat penyatuan konsul itu pun NU Jatim meraih hasil yang cukup maksimal. Dari 70 kursi DPRD Tingkat I, Partai NU meraih 70 persennya. Hal ini mengantarkan Ahmad Thohir Widjaja dari Partai NU Sumenep menduduki Ketua DPRD Jatim. Kiai Mahfudz sendiri terpilih sebagai wakilnya.
Pada 1956 Majelis Konsul NU Jatim melaksanakan konferensi. Kegiatan yang bertempat di Ponorogo itu, melakukan penyesuaian nomenklatur serta penyusunan tugas-tugas sebagaimana diamanatkan dalam Muktamar XX NU di Surabaya.
Satu tahun kemudian, tepatnya pada 18 Maret 1957, Majelis Konsul NU Jatim mengeluarkan surat dengan nomor 224/A/Tanf/PW/III-57 yang berisi tentang pengumuman perubahan nama. Dari Konsul PBNU wilayah Jawa Timur menjadi Pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Sejak saat itulah, PWNU mulai diperkenalkan ke Cabang-Cabang NU di seluruh Jatim. PWNU Jatim menggelar konfernsi untuk pertama kalinya di Bondowoso pada 26 – 28 September 1959.
Pada konferensi yang pertama itu, Kiai Mahfudz terpilih kembali sebagai ketua. Sedangkan Wakil Ketua I adalah A. Taslim Hadi Suprapto dan Wakil Ketua II dijabat oleh Kiai Umar Burhan. Adapun Sekretarisnya adalah H. Muhammad Saleh dengan wakil Abdul Hadi Chamdun yang awalnya adalah seorang full timer kantor. Adapun Rais Syuriyahnya adalah KH. Makhrus Ali Lirboyo dengan wakilnya KH. Ridwan Abdullah Surabaya.
Kiai Mahfudz Samsul Hadi merupakan seorang kader NU yang militan. Ia mengawali karirnya dari jenjang yang paling dasar. Mulai dari Ansor hingga NU, mulai dari kecamatan hingga ke panggung nasional. Ia tercatat sebagai Ketua Ansor Banyuwangi, lalu jadi Ketua NU Banyuwangi dan menjadi Ketua Partai NU Jawa Timur. Tidak hanya aktif di dunia organisasi dan politik, di era revolusi ia pun turut serta mengangkat senjata. Perjuangan yang lengkap tersebut, menjadi suatu kepantasan untuk mengantarkannya menjadi Ketua PWNU Jatim untuk pertama kalinya.
_______________
*PCNU Banyuwangi, Founder Komunitas Pegon.
COMMENTS