Oleh: Ahmad Karomi Sunnah adalah ibadah dan apabila setiap ibadah di eksploitasi ke hadapan publik, apakah pantas disebut sunnah?! S...
Oleh: Ahmad Karomi
Sunnah adalah ibadah dan apabila setiap ibadah di eksploitasi ke hadapan publik, apakah pantas disebut sunnah?! Salah satu isu hangat yang kerap dikaitkan dengan sunnah adalah Poligami. Menurut kacamata minus saya, Nabi Muhammad tidak pernah menyarankan untuk berpoligami. Apalagi di sebar lewat media yang kala itu penuh penyair. Atau lebih menukik lagi bersabda lewat hadis.
Pernahkah dijumpai redaksi hadis yang berbunyi "poligamilah kalian semua?!" Disisi lain, masih banyak kesunnahan yang harus dilakukan, semisal tidak menggunjing, berkata baik, santun, berakhlaqul karimah, mengentas kemiskinan, mencerdaskan masyarakat. Dll.
Ayat Al-quran yang kerap dijadikan payung oleh para pelaku poligami, sebenarnya rata-rata sudah paham bahwa untuk menjalankan poligami, syarat utama adalah mampu berlaku adil, yakni adil dalam tataran/ukuran manusia pada umumnya. Bila khawatir tidak mampu berlaku adil, maka cukup satu istri saja. Pertanyaannya adalah sudahkah keadilan itu terjalani dengan tepat?
Watak dasar manusia memang memiliki kecenderungan berakrobat layaknya sirkus. Sesekali ia berulah, namun di satu kesempatan ia diam tenang, jauh dari sifat usil. Dari beberapa tingkah polah manusia yang menurut saya menyedihkan adalah ketidakjujuran dalam dirinya sendiri. Ia acapkali membutuhkan kedok atas nama apapun dan siapapun.
Penggunaan "atas nama", bila diklasifikasikan, maka rating tertinggi adalah kedok agama dengan spirit (niat) yang beraneka ragam, yang tak jarang mengutip hadis maupun al- quran, supaya kutipan itu mendukung kegiatannya. Dari sini, sangat jelas terdapat unsur "pemanfaatan" dalil, agar sesuai dengan prilakunya.
Poligami sebenarnya adalah sebuah kebolehan yang menyisakan persoalan rumit, di mana 2-3-4 insan memiliki hati dan emosi yang berbeda, belum lagi ketika memiliki banyak anak. Di mana seorang suami dituntut untuk berlaku adil dalam segala hal. Tidak diperkenankan pilih kasih, sebab disitu melibatkan banyak pihak, termasuk keluarga para istri. Lha wong berlaku adil kepada anak-anak dari satu istri saja masih sangat sulit.
Berbicara sunnah, apakah sunnah yang selama ini didengungkan hanya seputar poligami saja? Siapapun memiliki potensi ke arah sana, hanya saja motifnya berbeda-beda. Ada kalanya poligami karena faktor tidak memiliki keturunan, ingin memperbanyak/memperkuat kekuasaan, ingin menambah ratu dan permaisuri baru.
Memang ada redaksi hadis yang menyebutkan bahwa ada seseorang yang masuk islam namun istrinya 8. Lalu dia sowan Nabi Muhammad, oleh Nabi disuruh menyisakan 4 saja. Ini kan berbeda dengan mereka yang istrinya satu. Apakah ada hadis Nabi yang menyarankan bagi yang beristri satu untuk beristri lagi sehingga mencapai jumlah empat seraya berkata "sempurna"?!
Bagi saya, poligami tanpa mengatasnamakan "sunnah nabi" itu lebih baik, bahkan lebih jantan ketimbang penyuka obat kuat manapun. Silahkan poligami, dan nikmati suka dukanya, sebab itu diperbolehkan (meskipun rentan menyakiti sebagian pihak), dengan tetap memenuhi syarat mampu berlaku "adil" nya. Namun jangan eksploitasi "sunnah nabi" sebagai legitimasi poligami.
Prepare ke Surabaya
08-10-17
________________________
Ahmad Karomi, PW LTNNU Jatim.
COMMENTS