Oleh: Ahmad Karomi Konon, kesantrian seseorang kurang tokcer bila belum merasakan mondok jauh. Sebab tatkala seseorang masuk pondok, spo...
Oleh: Ahmad Karomi
Konon, kesantrian seseorang kurang tokcer bila belum merasakan mondok jauh. Sebab tatkala seseorang masuk pondok, spontan terbersit perasaan "jauh" dari wilayah teritorialnya. Menurut penuturan para senior, mondok adalah "tempat membentuk karakter" seseorang. Oleh karena itu, mondok jauh lebih "ampuh" daripada dekat dengan daerah/kampung halaman sendiri.
Adalah Sudrun, seorang santri asli daerah pesisir yang baru mondok di pesantren kediri. Dia mondok karena ingin mendalami ilmu agama. Cita-citanya ingin memahami khazanah ilmu Islam. Uniknya, dia emoh dengan tetek-bengek keilmuan umum. Hal itu dibuktikan dengan sikap apatisnya terhadap ilmu umum, khususnya matematika. Baginya, ilmu agama yang berisi alquran, tauhid, akhlaq, fiqh, adalah sumber segalanya. Toh, di alam barzakh besok pertanyaan matematika tidak diujikan.
Suatu hari, ketika Sudrun akan makan ke kantin pondok, tiba-tiba teman sekamar mengajak Sudrun untuk makan keluar, tepatnya di Warung desa. Sebagai santri yang bisa dibilang masih lugu dan suci dari debu ini pun mengiyakan ajakan tersebut. Berangkatlah rombongan kecil yang terdiri dari santri unyu-unyu ini.
Sesampainya di Warung, Sudrun dan teman-teman makan dengan lahap. Dari depan meja makan tersebut terlihat benda kotak yang memunculkan gambar dan suara atau biasa disebut Tipi. Sudrun pun makan sambil melihat acara televisi dengan seksama. Dia pun mencoba untuk mendekat, sebab jarak televisi dengan dirinya agak jauh. Lalu oleh Santri senior yang bertepatan juga makan disitu, mengajak untuk masuk nonton sekalian.
"Bu, bade ningali tivi nggih?" Ucap Si senior kepada pemilik warung. " O, nggih Gus. Monggo mboten nopo-nopo". Sudrun pun diajak Kang Santri senior dan teman-teman lain untuk nonton televisi. Akhirnya mereka pindah masuk ke ruangan tengah yang terdapat televisi tersebut.
Seperempat jam lebih mereka terlena dengan program Aneka Ria Safari yang kala itu menjadi tontonan wajib. Kang Santri senior pamit balik duluan. Tak lama kemudian, tiba-tiba mereka dikejutkan suara klakson sepeda motor petugas security pondok. Teman-teman santri pun langsung semburat bubar, lari tunggang langgang lewat pintu belakang tanpa sempat pamit kepada ibu pemilik warung
"Assalamualaikum, Bu." Ucap Petugas keamanan pondok kepada pemilik warung. "Wa alaikum salam, Gus". (Gus adalah sebuah panggilan untuk semua santri, termasuk petugas keamanan). "Ada santri yang nonton televisi nggih?" Tanya keamanan bertubuh tambun itu. "Oo, kadose sampun mboten wonten, Gus" jawab ibu pemilik warung sambil melongok ke ruangan televisi.
Petugas keamanan pondok itu pun menyoroti sandal yang ada di depan ruangan. Dia pun bertanya kembali "niku sandale sinten, Bu?", Ibu pemilik warung mengerutkan dahi lalu berkata" lho kirangan, niku nggadahe sinten". Petugas keamanan pun izin kepada ibu pemilik warung untuk masuk, ternyata Sudrun masih ada di dalam, terhalang oleh tirai"Lha, ini ada santri yang nonton televisi, Ayo ke kantor!".
Sudrun sebagai santri baru masih bingung. "Lho ada apa koq ke kantor pak?"Pokoknya cepat ke kantor sekarang!", perintah petugas pondok. Sesampainya di pondok, Sudrun diinterogasi. "Siapa saja yang nonton televisi?" Sudrun pun menjawab dengan polos menyebutkan satu persatu teman-teman yang diajak, termasuk Kang Santri senior.
"Tahukah apa kesalahan sampean?" Tanya petugas keamanan kepada Sudrun. " Salah apa, pak?" Jawab Sudrun masih bingung. "Sampean melanggar peraturan yang berisi larangan menonton televisi" jelas petugas Keamanan. "Lho, saya tidak tahu pak, kalau menonton tivi itu dilarang", ucap Sudrun. "Lagian saya kan santri baru yang tidak hafal dengan aturan tersebut" imbuhnya. "Pokoknya, kena ta'zir" tegas petugas keamanan.
Sudrun pun tak mampu berbuat apa-apa. Ia akhirnya menerima putusan ta'zir tersebut. Tiba-tiba ada perasaan iba dari petugas keamanan. "Sampean bagi ta'zir tersebut kepada teman-teman aja, biar enteng, atau limpahkan ke Kang santri senior yang tadi mengajak nonton tivi". Sudrun pun gembira sebab ada keringanan hukuman.
Akhirnya ta'ziran itu pun diringankan oleh Kang Santri senior dan teman-teman yang lari tunggang langgang tadi. Ta'ziran itu pun ringan, hanya berupa nyuci pakaian dan gombal yang berserakan dipojok kamar mandi.
(Kisah dalam rangka menyambut Hari Santri)
Ayo Nyantri, Ayo Mondok
COMMENTS