Oleh: Imam Mudofar Gus, surat ini kutulis di secarik kertas kegundahan dengan pena kekhawatiran. Meski rasanya tak patut datang dan men...
Oleh: Imam Mudofar
Gus, surat ini kutulis di secarik kertas kegundahan dengan pena kekhawatiran. Meski rasanya tak patut datang dan mengiba kepadamu yang telah terlelap dengan tenang di alam keabadian, tapi sungguh, aku tak tahu hendak ke mana kulimpahkan segala rasa ini selain kepangkuanmu, Gus.
Malam ini, aku hanya ingin mengatakan jika aku sungguh-sungguh merindukanmu. Aku ingin belajar padamu tentang melihat sesuatu dengan mata yang bersih, merasakan dengan hati dan pikiran yang jernih dan mendengarkan dengan telinga mengenai apapun tanpa harus merasa risih.
Aku ingin belajar padamu mengenai bagaimana cara menolak lupa tanpa harus merawat luka. Aku ingin belajar padamu tentang pentingnya memaafkan meski kita adalah bagian dari korban. Aku ingin belajar bagaimana menghadapi sesuatu dengan keberanian yang hakiki tanpa pernah dirundung ketakutan. Dan aku ingin belajar padamu tentang keikhlasan, tentang melepaskan jabatan yang katamu tak perlu dipertahankan mati-matian.
Sedang hari ini, Gus, di negeri yang dulu pernah kau pimpin ini, segelintir orang terus berupaya menolak lupa dengan tetap merawat luka. Membenci dengan membabi buta tanpa sedikitpun celah maaf dalam hatinya. Dan yang mengerikan lagi, fitnah dan kebencian dilayangkan dengan mati-matian hanya untuk mengincar jabatan yang selama ini mereka mimpikan. Saling hujat dan saling merasa diri paling benar tak ubahnya tontonan yang bagiku amat mengerikan.
Gus, jika berkenan, datanglah padaku lewat mimpi. Ajarkan aku tentang bagaimana menyikapi situasi ini. Sebab aku ingin anak cucuku nanti tetap hidup aman dan damai di tanah airnya sendiri. Itu saja, Gus. Selamat menikmati tidur panjangmu yang abadi.
Dariku,
yang selalu merindukanmu
Tasikmalaya, 19 September 2017
__________________________________
Penulis: Imam Mudofar, Alumni Queen Alfalah Ploso. Ketua Lesbumi NU Tasikmalaya.
Ditulis dikedai kopi Baretto, di awal malam temaram.
COMMENTS