Oleh: Ahmad Karomi Di era sesat-menyesatkan, kofar-kafir, komunas-komunis yang menjadi lahan basah ini, seakan-akan menggeser "...
Di era sesat-menyesatkan, kofar-kafir, komunas-komunis yang menjadi lahan basah ini, seakan-akan menggeser "indahnya kebaikan dan kebajikan" sehingga tidak lagi memiliki daya tarik untuk diikuti. Di mana eksistensinya menjadi ancaman bagi sebagian kelompok "sangaritan" (sangar nan puritan).
Dalam hadis qudsi disebutkan:
انا عند ظن عبدي بي فليظن بي ما شاء
Artinya: "Aku berada di dalam prasangka hambaku, maka berprasangkalah padaku sesuai apa yang diinginkan"
Husnudzon yang bila di sederhanakan adalah berprasangka baik memiliki peran penting dalam pembentukan karakter masyarakat. Yakni, menjadi masyarakat yang terlatih untuk tidak mudah terjebak dalam kemasan, ajakan kebencian, terpancing melakukan tindakan anarkis. Memang, siapapun pasti pernah suudzon kepada orang lain. Lebih-lebih orang tersebut secara penampilannya saja tidak meyakinkan. Sangat rentan di tuding macam-macam.
Al-quran memperingatkan untuk menjauhi 'katsiron minadzdzon" (banyak berprasangka). Karena sebagian dzon adalah dosa (suudzon/buruk prasangka). Acap kali beberapa kejahatan timbulnya ya berawal dari prasangka buruk yang menggelinding bagai bola salju. Parahnya lagi, di"kipasi" oleh provokator maupun kabar media penuh hoax. Bagaimana bisa "kebaikan" itu tercapai bila manusianya sendiri suka "njajan" informasi bercampur sianida?!
مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
Surat Annisa ayat 79 ini menegaskan bahwa, kebaikan yang berupa nikmat iman, hidup, rahmat, kesemuanya dari Allah. Sedangkan hal-hal yang buruk berasal dari diri (kita) sendiri. Dalam tafsir Thobari dijelaskan arti min nafsika dengan 'uqubah atau dzanbun (dosa). Maksudnya, keburukan, ketidak sempurnaan, berasal dari diri kita yang memang tercipta penuh alpa.
Oleh karena itulah sebagai manusia faqir, dlaif (lemah) haruslah memperbaikinya dan harus waspada dengan "krenteke ati" (bisikan hati) yang mengarah pada perbuatan buruk. Sehingga menjadi pelajaran dan intropeksi atau muhasabah bagi diri sendiri. Agar tidak mudah memaki, menggunjing, mengkofar-kafirkan orang lain.
Firman Allah diatas bisa pula dipahami bahwa siapapun yang berbuat baik, maka Allah bersamanya. Sebab kebaikan itu ada nilai uluhiyyah yang berimbas (impact) kebaikan pula bagi pelakunya.
Dengan demikian, Tahun baru Hijriah di bulan Muharram yang barusan terlewati beberapa hari, Ayo kita songsong penuh suka cita, optimis dan positif thinking. Meskipun kerikil tajam dan badai godaan menghadang. Sebab bagaimanapun juga, mengkampanyekan husnudzon tidak serta-merta membuat "musnah" sekelompok yang gemar melempar isu, hoax di jagat digital. Tidak pula membikin jera kelompok serupa yang menggadaikan hidupnya demi kabar busuk. Itu semua tantangan untuk tetap membiasakan berbaik prasangka.
Mari awali tahun baru ini dengan penuh harapan, dan tetap mendahulukan husnudzon, tepiskan prasangka buruk, agar hidup penuh kebaikan, sesuai maqolah:
بحسن ظنّك بالله سيجعل حياتك أجمل
Dengan prasangka baikmu kepada Allah, maka hal itu, akan menjadikan hidupmu lebih indah.
(Ngebis, Hari Sabtu, 23-9-2017)
_______________________________
Ahmad Karomi, PW LTNNU Jatim, Alumni Alfalah Ploso, Guru Madin, Mahasiswa UINSA.
COMMENTS