Oleh: Ahmad Karomi Sebelum menonton film, perlu kita ketahui film bergenre apa yang akan kita tonton; Horror, thriller, Animasi, ko...
Oleh: Ahmad Karomi
Sebelum menonton film, perlu kita ketahui film bergenre apa yang akan kita tonton; Horror, thriller, Animasi, komedi, drama, sejarah, romantis ataukah musikal. Adapun Horror dan Thriller (cerita seru) adalah dua jenis film yang berbeda. Inti perbedaan kedua film ini adalah temanya. Film horror lazimnya mengangkat seputar dunia fiksi, supernatural, atau monster yang menjadi legenda di suatu tempat. Intinya, tujuan utama dari film horror adalah menciptakan ketakutan yang sangat untuk para penonton film ini.
Sedangkan thriller atau cerita seru mencoba menyuguhkan tontonan yang menegangkan, menguras pikiran, dan menguras dompet. Hehehe. Namun, yang menjadi sasaran utama film thriller adalah menghadirkan suasana tegang di antara para penonton. Tidak heran, bila tema yang disajikan rata-rata seputar misteri, mata-mata, atau bahkan teori konspirasi.
Dari film thriller-lah penonton diajak ikut serta terlibat untuk menganalisa, mencermati, menyelidiki layaknya Detektif Conan dalam komik karya Aoyama Gosho yang sedang menyelidiki kasus-kasus pelik.
Terkadang dalam film horror (seram), tidak pernah ditemukan pertarungan antara protagonis dan antagonis yang dimenangkan pihak protagonis. Dan uniknya lagi, pertemuan di antara keduanya terjadi saat situasinya menakutkan, dan terkesan protagonis harus tunduk dengan sang antagonis, yang dilambangkan sebagai monster atau hantu. Sederhananya, hantu/monster keluar sebagai pemenang dalam film. Dimana si protagonis dikejar-kejar tunggang langgang oleh sundel bolong yang doyan makan sate.
Nah, kalau Film horror umumnya tidak ada pesannya atau kalaupun ada, pesannya tidaklah dalam. Mengapa begitu? Karena film horror lebih menargetkan rasa ketakutan pada penontonnya. Semisal, Tusuk jailangkung, Makan Bakso Beranak Dalam Kubur, Ring, Arwah Perawan Penasaran, Hantu Jeruk Manis. Dll. Akan tetapi, ada sisi sensualitas eksotis yang diangkat sebagai bumbu penyedapnya.
Sedangkan dalam film thriller, pertarungan antara protagonis dan antagonis sering terjadi. Biasanya, peran antagonis dalam film thriller sering digambarkan sebagai seseorang yang lebih kuat atau pintar dari protagonis, sehingga sulit untuk dikalahkan. Bahkan, sebagian film membuat sang antagonis sangat kuat seperti film The Silence of The Lamb, yang diperankan Anthony Hopkins sebagai Hannibal Lecter yang cerdik, kejam. Di sisi lain sebagai protagonis diperankan oleh Jodie Foster yang harus mencari formulasi yang tepat untuk mengalahkannya, dengan cara-cara yang sulit ditebak.
Bagi saya, film thriller biasanya memiliki pesan kuat di dalamnya; bisa berupa moral, ideologi, kesadaran, sosial, keadilan, perselingkuhan, politik, yang penuh trik maupun intrik. Jadi, Konten film thriller lebih berat dan nguras otak daripada film horror. Akan tetapi tiap genre juga bisa di-kolaborasi-kan antara satu sama lain. Yaitu Thriller sekaligus horror, yang terdapat pada film G 30 S PKI.
Saya mengatakan film G30S PKI sebagai thriller-horror, sebab film tersebut menguras otak sekaligus menyeramkan. Saya katakan horror sebab ada "monster" yang membikin ngeri pemirsanya. Penonton disuguhi rentetan kejadian yang penuh intrik politik sekaligus pelenyapan jendral dengan cara menyeramkan. Lebih-lebih pakai silet dan berkata "Darah itu merah Jendral!". Lontaran kata tersebut otomatis menyiutkan nyali penonton untuk menatap lebih lanjut.
Film ini dimulai dengan narasi yang menarik tentang potret kondisi politik negara yang dilanda kekacauan saat itu. Fragmen Presiden Soekarno yang tengah sakit keras, rapat-rapat PKI yang dihadirkan bernuansa redup- remang, siaran radio yang diputar mewartakan situasi politik dalam negri, wajah-wajah tokoh PKI, asap rokok yang mengepul tiada henti bagai cerobong asap pabrik yang ludahi langit, serta berjejeran gelas kopi, asbak di meja rapat.
Layakkah film G30S PKI ditonton kembali? Menurut saya, masih layak koq. Khususnya yang lahir di era Orba.Tapi tontonlah dengan perspektif genre thriller-horror. Bukan sebagai film sejarah, apalagi dokumenter. Meskipun disitu ada tayangan asli ketika pengangkatan jenazah para jendral dari Lubang buaya. Anggap saja film ini sebagai memorabilia masa muda tanpa ditafsirkan lagi apa dan mengapa. Bila memang TNI menginstruksikan pemutaran film ini, maka di Hari Santri, kita putar film Sang Kyai dan film sejarah Walisongo, Syekh Siti Jenar, Kisah Sunan Kalijogo. Mudah bukan?!
Blitar, 19-9-2017
_________________________________
Ahmad Karomi, Santri Ploso, PW LTNNU Jatim, Guru Madin. Mahasiswa UINSA.
COMMENTS