Oleh: Achmad Murtafi Haris Dalam artikel tentang mana yang dipilih Khilafah atau Nation State?, dijelaskan bahwa berdirinya suatu negar...
Oleh: Achmad Murtafi Haris
Dalam artikel tentang mana yang dipilih Khilafah atau Nation State?, dijelaskan bahwa berdirinya suatu negara sangat bergantung pada realitas kekuatan politik yang ada di masyarakat pada wilayah tertentu. Kekuatan tersebut baik tunggal mau pun mejemuk telah sampai pada kesepakatan atau kesadaran bersama untuk mendirikan sebuah negara. Kekuatan dan kesepakatan itu melebur dalam satu perjuangan dan pengorbanan dan menghasilkan sebuah negara yang berdaulat.
Salah satu contoh dari negara yang terbangun dari kekuatan dominan atau tunggal adalah kekuatan Islam di zaman Rasulullah. Peran Rasulullah yang sentral mampu mengarahkan semua elemen untuk sampai pada berdirinya entitas politik apa pun itu namanya. Sementara contoh dari kekuatan majemuk adalah Indonesia yang terdiri dari banyak suku, ras, bahasa, agama dan ideologi yang bersatu dan bersepakat untuk berdirinya negara Indonesia. Bisa dipastikan bahwa semua negara yang terlahir pasca colonialisme adalah negara merdeka yang terlahir dari kekuatan-kekuatan yang majemuk. Dari sini maka ikatan keagamaan (Islam) tidak menjadi kekuatan dominan jika disandingkan dengan kekuatan ideologis yang lain yang sama-sama memperjuangkan kemerdekaan dan berdirinya sebuah negara.
Karena kelompok Islam ideologis (termasuk di antaranya yang membawa misi khilafah) tidak mampu menunjukkan dominasinya di Negara mayoritas berpenduduk muslim, maka negara bangsalah yang menjadi pilihan ideal dan realistis. Terkait dengan ide pemimpin yang satu yang berwenang terhadap seluruh Negara Islam di dunia atau yang lazim disebut dengan khalifah, maka ide tersebut menjadi ide yang absurd untuk diterapkan.
Dengan Bahasa lain, Jangankan menjadikan semua negara Islam tunduk di bawah satu penguasa, sedangkan penguasa negara sendiri saja tidak selalu ditaati. Tapi jikalau ide khilafah itu didasarkan pada keperdulian atas kondisi umat Islam yang lemah dalam segala bidang sehingga untuk itu perlu mobilisator sentral untuk percepatan kemajuan umat Islam -khususnya dalam kancah persaingan dengan Barat, maka ada banyak alternatif wadah selain dari wadah khilafah. Seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI atau the Organization of the Islamic Conference / Munaddhamat al-Mu`tamar al-Islami) atau yang sekarang berubah menjadi Organisasi Kerjasama antar Negara Islam (the Orgazation of Islamic Cooperation, OIC).
Organisasi internasional ini, sejatinya telah memenuhi apa yang menjadi keinginan dari khilafah. Inti dari ide khilafah adalah mempersatukan semua Negara Islam di bawah satu kepemimpinan. Semangat persatuanlah yang menjadi inti dari ide khilafah. Sebab dengan persatuan, umat Islam di dunia akan menjadi kuat dan tidak mudah diombang-ambingkan oleh kepentingan luar. Organisasi ini telah mampu menghimpun 57 negara Islam yang tersebar di empat benua dan merupakan organisasi internasional terbesar setelah PBB. Organisasi ini berdiri pada 25 September 1969 di Rabat Maroko sebagai respon terhadap agresi militer Israel terhadap Masjidil Aqsa.
Dalam piagamnya organisasi ini berjanji memperkuat solidaritas dan kerjasama antar negara anggota dan memperjuangkan nasib 1,5 milyar umat Islam di dunia. Ia juga merupakan lembaga konsultatif bagi negara-negara Islam yang bertikai. Dalam kaitan mis-persepsi terhadap Islam di mata dunia, maka organisasi ini telah berusaha untuk menghilangkan Islam phobia melalui manifesto dan cara lain. Hal ini agar umat Islam tidak mendapat perlakuan diskriminatif khususnya ketika mereka tinggal di negara non-muslim.
Selain hal tersebut, dijelaskan pula tentang kedudukan dan kewajiban para Negara anggota di mana mereka harus komit terhadap piagam dunia; menghindari penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik; menghormati kedaulatan, kemerdekaan dan kesatuan territorial dari masing-masing negara anggota; dan menjaga serta mempromosikan baik dalam sekala nasional maupun internasional tata pemerintahan yang baik, hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan kekuasaan hukum. Selama perjalanan lebih dari 40 tahun organisasi ini telah mengalami 10 kali pergantian dan yang menjabat kini adalah Iyad Ameen Madani dari Arab Saudi. Dari Asia Tenggara Tunku Abdul Rahman dari Malaysia adalah merupakan sekjen pertama (1971-1973).
Menelaah misi dari organisasi internasional ini, jelas bahwa ia telah mewadahi aspirasi persatuan umat Islam di dunia. Dengan komitmen masing-masing anggota yang merupakan syarat keanggotaan telah menunjukkan ketaatan terhadap putusan organisasi demi kepentingan bersama. Hal ini menjadi jawaban dari keinginan, bahwa semua Negara Islam berada dalam satu kepemimpinan (meski tidak secara mutlak seperti halnya penguasa negara terhadap rakyatnya) tapi sudah merupakan pemimpin kolegial atau koordinator bagi semua negara Islam.Tapi jikalau yang diinginkan seperti halnya penguasa mutlak bagi semua Negara, maka hal itu sangat tidak mungkin dan ahistoris.
Kalau Khalifah Umar bisa mengembangkan wilayah Islam hingga Suriah dan Mesir, sehingga mereka semua tunduk pada khalifah Umar, maka penguasa sekarang juga harus mengekspansi negara lain untuk bisa berkuasa penuh seperti Umar b. Khattab. Hal ini tidak mungkin sebab semua negara memiliki kedaulatan yang tidak boleh diganggu. Saddam Hussein telah mencoba hal itu dengan menginvasi Kuwait (1991), yang terjadi kemudian adalah dia harus berhadapan tidak hanya dengan PBB tapi juga dengan saudaranya sendiri sesama Arab. Bahkan tatkala Turki Ottaman (1299-1923) berjaya dia pun tidak menguasai seluruh negara Islam. Di sana ada Imperium Durrani (1747-1823) yang beribu kota di Kandahar Afghanistan dan Imperium Mughal (1526-1857) di India.
Selain mereka ada banyak Negara dalam bentuk Sultanat, Imarat, dan Taifah yang juga berdaulat dan tidak di bawah kekuasaan Imperium Ottaman. Dari sini maka perkara khilafah adalah perkara yang tunduk pada realitas politik. Yang terpenting adalah bahwa misi di balik konsep khilafah, yaitu persatuan umat Islam bisa tercapai. Jika ini yang diinginkan, maka wadah persatuanlah yang dibutuhkan seperti Organisasi Kerjasama antar Negara Islam atau wadah sejenis dan bukan penguasa tunggal untuk semua negara Islam. Dan persatuan inilah yang menjadi misi berdirinya Nahdlatul Ulama di mana dalam lambangnya terbentang tulisan memanjang: wa’tashimu bihablillahi jami’an walaa tafarraqu (dan berpegang teguhlah kamu semua di bawah tali Allah dan jangan bercerai berai).
_________________
Achmad Murtafi Haris
(Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya)
COMMENTS