Bisakah pendekatan sosial mengobati radikalisme dan terorisme?! Kediri- Pertemuan ke IX Hidmat (Himpunan Da'iyah dan Majelis Ta&...
Bisakah pendekatan sosial mengobati radikalisme dan terorisme?!
Kediri- Pertemuan ke IX Hidmat (Himpunan Da'iyah dan Majelis Ta'lim Muslimat NU) dan IHM (Ikatan Haji Muslimat NU) dibuka pada tanggal 31 Maret 2017, yang dipandu dengan Pembawa acara Ibu Hj. Elok Azizah, S.Pd.I, dimulai pada pukul 20.18 WIB. Dengan diikuti oleh semua Pengurus Muslimat baik dari tingkat Jawa Timur juga daerah sekitarnya, dengan jumlah 41 Cabang di seluruh Wilayah Jawa Timur.
Puncak acara yang disepakati adalah tanggal 2 April 2017, yang semestinya sesuai jadwal dihadiri Ibu Khofifah Indar Parawansa selaku Ketua PP Muslimat NU yang juga Menteri Sosial RI, namun batal karena harus menjenguk korban bencana alam di daerah Ponorogo Jawa Timur. Akhirnya digantikan oleh staf ahli Kementerian Sosial, Bapak Prof. M. Mas’ud Said.
Prof. Mas'ud mengatakan "Indonesia khususnya NU mendapat ancaman dari paham yang ingin memisahkan umat islam dari tradisi Rasulullah. Pola pemisahan itu bervarian seperti pelan-pelan mengganti paham NU dengan paham lain, seperti membid’ahkan istighotsah, tahlil, adzan, sholawatan, ziarah kubur dan lain-lain, yang sebenarnya sudah menjadi tradisi umat islam indonesia. Muslimat NU Jawa Timur mendapatkan tantangan dari gerakan politik radikal yang memperkenalkan pahamnya dalam segala hal, mulai dari ide sampai perilaku. Faktor penyebab secara umum berasal dari kemiskinan, pendidikan, marjinalisasi, otoritarian. Alm. KH. Hasyim Muzadi selalu memperingatkan para orangtua agar berhati-hati dalam memilih sekolah, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk putra-putri mereka."
Staf Kemensos tersebut menandaskan bahwa "Kementerian sosial tidak mengijinkan kekerasan dalam mengatasi radikalisme dan terorisme, tetapi melalui pendekatan sosial serta peningkatan kesejahteraan sosial melalui beberapa jalur:1) filantropisme modern/ mentashorufkan sebagian harta bagi mereka yang kaya untuk membantu pengentasan kemiskinan, 2) kesalehan sosial dan sikap gotong royong yang juga menjadi program kemensos, 3) nilai equality (persamaan hak), 4) nilai solidarity atau kesetiakawanan sosial nasional. Oleh karena itu, Hidmat NU perlu mempertajam cara penyampaiannya dengan pendekatan sosial yang akhlakul karimah sebagaimana yang dicontohkan mahatma gandhi ketika berjuang melawan penjajahan inggris melalui program satyagraha, ahimsa, swadesi. Begitu pula tokoh-tokoh muslim dunia seperti Gus dur juga patut ditiru gerak juangnya dalam berdakwah, Soichiro Honda yang pekerja keras dan menerapkan motto "The three joys“, yaitu: senang memproduksi, senang menjual dan senang membeli”, 5) Membuat yayasan kemanusiaan dan pendidikan karena yayasan tersebut adalah salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat."
"Dengan demikian, harapan ke depan Program kemensos bisa diserap oleh masyarakat, diantaranya: pemberdayaan, penyaluran dana sosial, penanganan orang-orang jompo, orang-orang terdistorsi, penanganan bencana alam. Semua dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat indonesia karena kalau rakyat sejahtera maka mereka tidak akan terpengaruh tindak radikalisme dan terorisme." Pungkas Profesor yang menulis buku Birokrasi di negara Birokratis ini. (@mi)
Liputan langsung oleh: Novi nur Lailisna, Pengajar di Ponpes Al-Hikmah Purwoasri. Kediri
COMMENTS