Jombang -- Sosok KH Bisri Syansuri tidak dapat dipisahkan dari gerak nadi Nahdlatul Ulama. Demikian pula kiprah dan pemikirannya turut ...
Jombang -- Sosok KH Bisri Syansuri tidak dapat dipisahkan dari gerak
nadi Nahdlatul Ulama. Demikian pula kiprah dan pemikirannya turut menentukan
perjalanan negeri ini. Karena itu, keberadaannya tidak semata menjadi milik
Pesantren Denanyar, juga NU dan bangsa Indonesia.
Demikian benang merah yang dapat dipetik dari manakib
atau biografi KH Bisri Syansuri (Kiai Bisri) yang dibacakan H Irsyad Yusuf pada
puncak haul di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Selasa
(28/3) malam.
Menurut Bupati Pasuruan ini, kelebihan dari pribadi Kiai
Bisri adalah ketegasan dalam bersikap, namun juga lentur dengan dinamika yang
terjadi. Hal tersebut ditunjukkan antara lain dengan pandangannya terkait
peristiwa pemilihan umum pada 1955, yang kala itu mendaulatnya sebagai wakil
rakyat untuk mewakili Jawa Timur.
“Kiai Bisri sangat menjunjung kepentingan umat dan
memperjuangkan umat karena terpilih sebagai anggota DPR dari suara rakyat,”
kata Gus Irsyad di hadapan para ulama, kiai dan undangan, termasuk KH Ma’ruf
Amin tersebut.
Ketegasannya sangat terlihat manakala dikeluarkan
Dekrit Presiden tahun 1959 yang membubarkan DPR dan MPR yang menggantikan dengan
DPRS dan MPRS. “Peristiwa ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat, termasuk NU,” kata dzurriyah Kiai Bisri ini.
Sebagian kelompok NU yang dipelopori Kiai Bisri dan
diikuti Dahlan, Imron Rosyadi, serta KH Ahmad Shiddiq menganggap keberadaan DPRS
dan MPRS sebagai anti demokrasi. Hal itu berbeda dengan pendapat KH Abdul Wahab
Chasbullah yang justru menerima. “Jika tidak menerima keputusan Presiden, tidak
akan ada tempat untuk menyalurkan aspirasi warga nahdliyin,” katanya.
Kendati terjadi perbedaan prinsip dengan Kiai Wahab
tersebut, ternyata Kiai Bisri menerima. Hal itu dibuktikan dengan mempersilakan
anggota Konstituante dari hasil Pemilu
1955untuk menerima sebagai anggota DPRS dan MPRS. “Alasannya Kiai Wahab adalah
pimpinan tertinggi dalam Partai NU,” ungkapnya. Sikap toleransi Kiai Bisri kian
terlihat kala putrinya, Hj Solihah yang lebih memilih mendukung Kiai Wahab
untuk bergabung di parlemen bentukan presiden.
Sosok Kiai Bisri dikenal tegas dalam memegang fikih,
namun lentur saat bersikap. Hal tersebut sekaligus sebagai kritik atas sikap
yang mengemuka akhir-akhir ini, dimana banyak kalangan dengan mudah mengklaim kelompok
lain sebagai Syiah, Wahabi bahkan kafir.
“Kiai Bisri adalah sosok yang mengedepankan sikap
toleran dan husnuddzan atau berprasangka baik kepada sesama manusia, terlebih
kepada muslim,” katanya.
Sejumlah tokoh hadir pada puncak haul Kiai Bisri
ini. Tampak KH Ma’ruf Amin (Rasis Am), KH Miftachul Akhyar (Wakil Rais Am), KH
Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU), H Saifullah Yusuf (Wakil Gubernur Jatim), KH
Anwar Manshur (Rais PWNU Jatim), H Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), H Abdul
Halim Iskandar (Ketua DPRD Jatim), Nyono Suharli Wihandoko (Bupati Jombang),
dan sejumlah pengasuh pesantren di Jatim. (@if)
COMMENTS