Oleh: Mohamad Sobary Godaan politik selalu ada dan sering tak terduga. Ada kalanya halus dan lembut. Tapi tak jarang agak kasar. Namu...
Oleh: Mohamad Sobary
Godaan politik selalu ada dan sering tak terduga.
Ada kalanya halus dan lembut. Tapi tak jarang agak kasar. Namun di balik itu
semua ada uang, ada pula tawaran jabatan dan sejenis kemewahan dunia lainnya.
Ada beberapa orang yang tergiur. Tapi banyak yang tetap waspada. Golongan yang
waspada ini ibaratnya kaum yang tak pernah tidur.
Harus dicatat, di antara mereka ada yang bersedia menjadi kaki tangan pihak yang selalu berusaha memengaruhi Nahdlatul Ulama (NU) supaya mau berbuat sesuai dengan kehendak politiknya. Orang bersedia menjadi kaki tangan itu tak mampu memengaruhi saudara-saudaranya sendiri. Dia tak berpengaruh. Di sana-sini dia sendiri dan sepi.
Rupanya, bagi kaum NU atau nahdliyin, terutama
justru kaum muda yang dikhawatirkan mudah terpengaruh, duit dan tawaran posisi
nyaman yang hanya duniawi itu tak cukup menggiurkan. Kaum nahdliyin tak mata
duitan. Juga tak terlalu memburu posisi duniawi. Apalagi bila posisi duniawi
itu diperoleh melalui persekongkolan politik yang keruh, buram, dan membikin
keruh kehidupan dunia yang bernama Jakarta atau Indonesia.
***
Hidup nyata seperti ini dan dunia simbol dalam kesenian tradisional kita terasa seperti bertukar tempat. Mana yang simbol dan mana yang disimbolkan ada kalanya seperti tak terdeteksi. Tapi kita bisa membikinnya menjadi lebih jelas bahwa dunia nyata seperti ini sering ditampilkan secara simbolis di dunia sastra Jawa.
Hidup nyata seperti ini dan dunia simbol dalam kesenian tradisional kita terasa seperti bertukar tempat. Mana yang simbol dan mana yang disimbolkan ada kalanya seperti tak terdeteksi. Tapi kita bisa membikinnya menjadi lebih jelas bahwa dunia nyata seperti ini sering ditampilkan secara simbolis di dunia sastra Jawa.
Ada lakon yang menggambarkan pihak Kurawa siap
membunuh sekarang juga keluarga Pandawa. Tipu muslihat dan penyusupan secara
lembut dilakukan hampir tak kentara. Kekuatan sakti yang tak tertandingi sudah
siap turun ke gelanggang.
Keluarga Pandawa bahkan sudah diringkus oleh tipu
muslihat tadi. Ibarat kata, membunuh mereka sama mudahnya dengan memijit tombol
lift untuk masuk atau keluar ruangan kecil itu.
Tapi kejahatan dan tiap jenis kejahatan selalu memiliki celah-celah kelemahan. Kekuatan sakti yang tak tertandingi itu ketemu musuh sakti pula. Mereka bertempur hebat. Tapi lama kelamaan kekuatan sakti yang memihak Kurawa, pihak jahat, bisa dikalahkan.Musuh yang mampu mengalahkannya seekor kera putih bernama Anoman. Pihak jahat yang dikalahkan itu penjelmaan roh Dasamuka, raja generasi sebelumnya, yang memerintah negerinya dengan segenap kejahatan.
Tapi kejahatan dan tiap jenis kejahatan selalu memiliki celah-celah kelemahan. Kekuatan sakti yang tak tertandingi itu ketemu musuh sakti pula. Mereka bertempur hebat. Tapi lama kelamaan kekuatan sakti yang memihak Kurawa, pihak jahat, bisa dikalahkan.Musuh yang mampu mengalahkannya seekor kera putih bernama Anoman. Pihak jahat yang dikalahkan itu penjelmaan roh Dasamuka, raja generasi sebelumnya, yang memerintah negerinya dengan segenap kejahatan.
Rakyat banyak yang menjadi korban karena
peperangan. Raja-raja dan negara-negara tetangga gentar. Mereka selalu risau
karena Dasamuka bisa saja menjarah rayah dan menjajah negeri mereka.
Kedok sudah terbuka. Kejahatan dapat diusir
jauh-jauh dan Pandawa kembali ke dalam kehidupan sehari-hari yang penuh kerja
keras untuk menyejahterakan raknya. Dan kaum nahdliyin?
Mereka kembali ke dalam wadah NU, hidup dalam
ke-NU-an dan ke-Indonesia-an yang telah dirintis sejak bertahun-tahun dalam
perjuangan NU mewujudkan wawasan kebangsaan bahwa NU itu manunggal dengan
Indonesia, masuk ke dalam Indonesia dan bagian dari Indonesia.Manunggal dengan Indonesia itu kurang lebih
artinya manunggal dalam pluralitas kebudayaannya, manunggal dalam cita-citanya,
dan menjadi satu dalam perjuangan membikin Indonesia ini aman, makmur, dan
sejahtera.Perjuangan di jalan ini tidak mudah. Realitas
politik yang keras dan kasar menarik-narik NU ke sana-kemari. Tapi NU punya
khitah perjuangan sendiri. Dan sekitar dua puluh tahun yang lalu NU perlu
meneguhkan dirinya untuk kembali ke khitah. Dan artinya kita tahu: sekali NU
tetap NU.
Organisasi keumatan yang sudah memiliki kiblat
”moral politik” itu selalu sadar untuk kembali ke garis pijak moralitasnya
sendiri. NU tak ingin menjadi orang lain. NU hanya ingin menjadi diri sendiri.
Tapi seperti disebutkan di atas, menjadi diri sendiri itu pun tidak mudah.
Godaan politik selalu ada.
Dan jangan lupa, godaan politik itu datang dari
kekuatan lain, melalui tangan-tangan saudara kita sendiri. Ada kalangan yang
menggoda kaum nahdliyin itu juga warga kaum nahdliyin sendiri. Tapi melalui
saluran mana pun, kaum nahdliyin tak terpengaruh.
Kita kembali ke dunia pesantren. Kita berbicara
tentang pendidikan. Kita kembali ke dunia kekiaian, tempat umat bertanya dan
berkonsultasi. Dunia kekiaian itu dunia pelayanan dan pengayoman.
Kita kembali ke Muslimat NU: dunia kaum ibu nahdliyin yang gigih mencari pencerahan dan menyiarkan pencerahan itu ke dunianya yang luas, dunia kaum ibu tapi juga dunia kaum bapak.
Kita kembali ke Banser, kekuatan pengamanan dan pengayom agar kehidupan kaum nahdliyin aman damai. Tapi Banser juga kekuatan politik yang nyata dan turut mengawal tegaknya wawasan kebangsaan NU.
Dalam situasi kritis dan mendesak, Banser merapatkan barisan anggota-anggotanya. Tapi tak hanya menjaga diri sendiri.
Banser juga menjaga kaum nahdliyin secara keseluruhan. Dia bersuara. Mungkin tujuannya mengingatkan agar kaum nahdliyin tak turun terseret arus deras perpolitikan Jakarta yang sedang sangat panas pada saat ini.
Kita kembali ke Muslimat NU: dunia kaum ibu nahdliyin yang gigih mencari pencerahan dan menyiarkan pencerahan itu ke dunianya yang luas, dunia kaum ibu tapi juga dunia kaum bapak.
Kita kembali ke Banser, kekuatan pengamanan dan pengayom agar kehidupan kaum nahdliyin aman damai. Tapi Banser juga kekuatan politik yang nyata dan turut mengawal tegaknya wawasan kebangsaan NU.
Dalam situasi kritis dan mendesak, Banser merapatkan barisan anggota-anggotanya. Tapi tak hanya menjaga diri sendiri.
Banser juga menjaga kaum nahdliyin secara keseluruhan. Dia bersuara. Mungkin tujuannya mengingatkan agar kaum nahdliyin tak turun terseret arus deras perpolitikan Jakarta yang sedang sangat panas pada saat ini.
***
Biarkan politik berjalan di atas jalur sendiri. Biarkan yang jahat bekerja dengan agendanya. Kalau mampu, kita mengingatkan. Kalau mungkin kita mencegah. Minimal kita menjaga keluarga kita sendiri.
Menjaga keluarga sendiri itu bagian dari prinsip politik yang disebut meneguhkan ke-NU-an kita tadi. Meneguhkan ke-NU-an bukan hanya bicara mengenai politik identitas kita, tetapi jug—dan itu yang lebih bermakna bagi kehidupan yang lebih luas—kita bicara tentang kontribusi kita bagi kehidupan bangsa dan negara. Ini amalan nyata dari wawasan kebangsaan NU yang sudah disebutkan di atas.
Biarkan politik berjalan di atas jalur sendiri. Biarkan yang jahat bekerja dengan agendanya. Kalau mampu, kita mengingatkan. Kalau mungkin kita mencegah. Minimal kita menjaga keluarga kita sendiri.
Menjaga keluarga sendiri itu bagian dari prinsip politik yang disebut meneguhkan ke-NU-an kita tadi. Meneguhkan ke-NU-an bukan hanya bicara mengenai politik identitas kita, tetapi jug—dan itu yang lebih bermakna bagi kehidupan yang lebih luas—kita bicara tentang kontribusi kita bagi kehidupan bangsa dan negara. Ini amalan nyata dari wawasan kebangsaan NU yang sudah disebutkan di atas.
Tarikan-tarikan politik praktis, apalagi yang
berbau kejahatan untuk mengadu domba kita dengan kekuatan partai lain, yang juga
saudara kita, tak memengaruhi kita. Sebaliknya, yang mau memengaruhi kita,
sudah pusing karena segenap langkahnya menemui jalan buntu. Apa yang zalim
memang layak menemui jalan buntu seperti dalam lakon di mana roh jahat Dasamuka
gentayangan.
Kita tak tergoda. Ini berkat naluri baik kita. Kalau kiai-kiai sepuh yang terhormat, kiai-kiai yang menjaga moralitas NU dan martabat ke-NU-an dan ke-Indonesia-an sudah turun gunung dan memberikan nasihat-nasihatnya kepada seluruh nahdliyin, kita akan menjadi lebih solid, lebih kukuh, lebih ideologis.
Kita tak tergoda. Ini berkat naluri baik kita. Kalau kiai-kiai sepuh yang terhormat, kiai-kiai yang menjaga moralitas NU dan martabat ke-NU-an dan ke-Indonesia-an sudah turun gunung dan memberikan nasihat-nasihatnya kepada seluruh nahdliyin, kita akan menjadi lebih solid, lebih kukuh, lebih ideologis.
Kita menanti sejumlah tokoh besar merasa bahwa
saatnya telah tiba untuk menurunkan petuah, fatwa, dan nasihat-nasihatnya
kepada kita, kaum muda yang banyak jumlahnya. Ada kaum Gusdurian yang terserak
di seluruh pelosok Nusantara.
Ada pula kekuatan-kekuatan nahdliyin yang lain. KH
Ahmad Mustofa Bisri, yang dikenal luas sebagai Gus Mus, KH Maimun Zubair, KH
Nawawi Abdul Djalil, Prof Dr KH Nazaruddin Umar, KH Ahmad Basyir, KH Ahmad
Shodiq, dan masih banyak tokoh lain yang dapat diharapkan bakal mampu
membimbing umat agar tak terseret-seret di jalan yang tak selayaknya.
Apalagi diadu domba dengan pihak lain yang juga
saudara-saudara kaum nahdliyin: saudara sebangsa dan setanah air yang bisa
diajak kerja sama menata kehidupan ini secara damai. Banyak kekuatan kiai yang
belum secara maksimal kita mohon perlindungan dan nasihatnya buat kaum muda.
NU tak kekurangan sumber daya insani yang berkualitas. NU tak mungkin lalai dalam perjuangan ini. Kaum nahdliyin tak pernah tidur. Tiap saat waspada, tiap saat NU terjaga.
NU tak kekurangan sumber daya insani yang berkualitas. NU tak mungkin lalai dalam perjuangan ini. Kaum nahdliyin tak pernah tidur. Tiap saat waspada, tiap saat NU terjaga.
COMMENTS