Situbondo -- Dalam sejarah pendirian Nahdlatul Ulama (NU), peran KH Raden As'ad Syamsul Arifin demikian sentral. Isyarah KH Cholil ...
Situbondo -- Dalam sejarah pendirian Nahdlatul Ulama (NU), peran KH Raden As'ad Syamsul Arifin demikian sentral. Isyarah KH Cholil Bangkalan yang menyerahkan tongkat, tasbih serta wiridan ya Qahhar dan ya Jabbar kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari adalah peran Kiai As'ad.
"Kendati peran Kiai As'ad demikian penting, namun dalam perjalanannya tidak pernah meminta jabatan di NU," kata KH Muhyiddin Abdusshomad, Kamis (12/1).
Kiai Muhyiddin, sapaan akrabnya juga memaparkan bagaimana kiprah dari Kiai As'ad yang mengawal NU dan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. "Sehingga, gelar pahlawan yang disematkan kepada Kiai As'ad sangatlah tepat," kata Rais Syuriah PCNU Jember ini.
Namun demikian, gelar tersebut membawa konsekuensi. "Karena itu, para santri dan juga aktifis NU harus juga mengawal NKRI dan NU kedepan," jelasnya.
Dan yang sangat berbeda dari sosok Kiai As'ad adalah keteguhannya dalam memegang prinsip perjuangan. "Termasuk khidmat NU dengan mengawal para kiai yang terhimpun dalam kelompok Situbondo, berhadapan dengan kalangan Cipete," jelasnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam Jember tersebut juga menceritakan bagaimana NU kubu Situbondo mampu merangkul kalangan anak muda potensial. "Ada KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Slamet Effendi Yusuf, Said Budairi, Masdar Farid Mas'udi dan sebagainya," ungkapnya. Perpaduan para kiai kharismatik seperti KH Mahrus Aly, KH Ali Maksum, termasuk Kiai As'ad, dan kalangan muda, sangat berpengaruh bagi perubahan di NU, lanjutnya.
Dalam perjalanannya, Kiai As'ad juga pernah menyatakan mufarraqah terhadap kepemimpinan NU. "Akan tetapi kendati melakukan mufarraqah, Kiai As'ad tidak pernah membuat kubu, apalagi NU tandingan," sergahnya.
Dalam pandangan Kiai Muhyiddin, kelebihan sikap tersebut terjadi lantaran pribadi tulus atau mukhlis, sederhana dan bersih dari Kiai As'ad.
Di akhir paparannya, Kiai As'ad juga sebagai sosok yang memiliki kedekatan dengan masyarakat sekitar. "Termasuk memperhatikan kajian Aswaja baik saat ceramah, maupun mengenalkan ajaran akidah 50 di masyarakat," terangnya. Sehingga, gubahan syiir tersebut dijadikan sebagai pujian jelang shalat rawatib di sekitar Situbondo, pungkasnya.
Kiai Muhyiddin tampil sebagai narasumber pada Seminar Nasional Refleksi 33 Tahun Khittah NU di aula Ma'had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Banyuputih, Situbondo. Kegiatan tersebut hasil kerjasama alumni ma'had setempat dengan TV9 NUsantara dan PW LTN NU Jatim. (full)
Keterangan gambar: KH Afifuddin Muhajir, KH Muhyiddin Abdusshomad dan MN Harisuddin.
COMMENTS