Bagi KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, banyak kaum muslimin yang justru salah memahami Alquran. Hal itu lantaran mereka membaca terjem...
Bagi KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus
Mus, banyak kaum muslimin yang justru salah memahami Alquran. Hal itu lantaran
mereka membaca terjemahan kitab suci tersebut.
Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatuth
Tholibin Rembang KH Ahmad Mustofa Bisri meminta Kementerian Agama tidak
menterjemahkan Alquran untuk memahami kandungan kitab suci umat Islam tersebut.
Pejabat Rois Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2014-2015 ini
menyatakan untuk memahami Alquran tidak bisa hanya melalui penerjemahan kata
per kata.
“Alquran itu tak bisa diterjemahkan. Apalagi diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang kosa katanya masih miskin,” kata Gus Mus dalam wawancara khusus dengan Tempo, Kamis malam (5 Januari 2017).
Gus Mus menambahkan, bangunan kata antara Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia tidaklah sama. Alquran yang diturunkan Allah SWT di Arab mengandung banyak nuansa sastrawi. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka nuansa sastrawi itu akan hilang.
Alumnus Studi Islam dan Bahasa Arab Universitas Al Azhar Kairo Mesir ini mencontohkan orang Indonesia hanya memiliki kata “Zaidun berdiri”. Sementara bahasa Arab bisa menyatakan berbagai macam kata. Seperti zaidun qoimun, inna zaidan qoimun, qoma zaidun, yaqumu zaidun, zaidun qoma, zaidun yaqumu, inna zaidan laqoimun, inna zaidan yaqumu, kana zaidun qoimun dan masih banyak sekali. “Dalam Bahasa Arab, kata-kata itu maknanya berbeda-beda. Sementara bagi orang Indonesia, semua itu maknanya hanya satu: Zaidun berdiri,” kata Gus Mus.
Dengan adanya jurang perbedaan itulah, ucap Gus Mus, jika kita menterjemahkan Alquran, maka kandungannya akan hilang. “Padahal, nuansa dan kandungan di dalam ayat suci Al-Qur’an itu sangat banyak sekali,” kata Gus Mus.
Gus Mus khawatir jika umat Islam memahami Alquran hanya melalui terjemahan maka berpotensi akan menimbulkan salah kaprah.
Gus Mus berharap agar semangat beragama diimbangi dengan pendalaman pemahaman agama. Kata Gus Mus, jika ada orang bilang, kembali ke Alquran, maka jangan hanya dimaknai kembali ke Alquran terjemahan Kementerian Agama. Atau kalau kembali ke Hadis jangan hanya dimaknai ke kumpulan mutiara-mutiara Hadis.
“Alquran itu tak bisa diterjemahkan. Apalagi diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang kosa katanya masih miskin,” kata Gus Mus dalam wawancara khusus dengan Tempo, Kamis malam (5 Januari 2017).
Gus Mus menambahkan, bangunan kata antara Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia tidaklah sama. Alquran yang diturunkan Allah SWT di Arab mengandung banyak nuansa sastrawi. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka nuansa sastrawi itu akan hilang.
Alumnus Studi Islam dan Bahasa Arab Universitas Al Azhar Kairo Mesir ini mencontohkan orang Indonesia hanya memiliki kata “Zaidun berdiri”. Sementara bahasa Arab bisa menyatakan berbagai macam kata. Seperti zaidun qoimun, inna zaidan qoimun, qoma zaidun, yaqumu zaidun, zaidun qoma, zaidun yaqumu, inna zaidan laqoimun, inna zaidan yaqumu, kana zaidun qoimun dan masih banyak sekali. “Dalam Bahasa Arab, kata-kata itu maknanya berbeda-beda. Sementara bagi orang Indonesia, semua itu maknanya hanya satu: Zaidun berdiri,” kata Gus Mus.
Dengan adanya jurang perbedaan itulah, ucap Gus Mus, jika kita menterjemahkan Alquran, maka kandungannya akan hilang. “Padahal, nuansa dan kandungan di dalam ayat suci Al-Qur’an itu sangat banyak sekali,” kata Gus Mus.
Gus Mus khawatir jika umat Islam memahami Alquran hanya melalui terjemahan maka berpotensi akan menimbulkan salah kaprah.
Gus Mus berharap agar semangat beragama diimbangi dengan pendalaman pemahaman agama. Kata Gus Mus, jika ada orang bilang, kembali ke Alquran, maka jangan hanya dimaknai kembali ke Alquran terjemahan Kementerian Agama. Atau kalau kembali ke Hadis jangan hanya dimaknai ke kumpulan mutiara-mutiara Hadis.
Sumber: Tempo
COMMENTS