Oleh : Dr. H. Asrorun Ni'am Sholeh, MA* Mereka menerima usulan agar peserta demo shalat Jumat di lapangan Monas, bukan di jalanan. ...
Oleh : Dr. H. Asrorun Ni'am Sholeh, MA*
Mereka menerima usulan agar peserta demo shalat Jumat di lapangan Monas, bukan di jalanan. Lapangan yang dipagari besi cukup tinggi ini bisa menampung sktr 700.000 orang. Jika jamaah demo nanti jumlahnya lebih dari itu, sudah akan disiapkan tempat di Jalan Merdeka Barat yang katakanlah bisa memuat 300.000 orang. Jadi kedua tempat bisa menampung total maksimal 1 juta orang. Ulama tahu bahwa umat yang akan datang sekitar 3 juta orang. Itu berarti, jamaah jadinya tetap akan luber juga sampai wilayah Bunderan HI, bahkan mungkin sampai Harmoni.Cerdiknya lagi, ulama kita meminta fasilitas tempat wudhu, logistik, dan pintu masuk dan keluar dari arena Monas dengan lebih leluasa, tidak "dikurung" seperti waktu Aksi 411. Kecerdasan mereka lainnya adalah menerima usul agar demo cukup dilaksanakan sampai setelah shalat Jumat atau pkl 13:00 sudah harus bubar setelah shalat Jumat.
Tapi tahukah kita bahwa, untuk mengalirkan orang sebanyak 3 juta orang keluar dari lokasi tersebut paling tidak diperlukan waktu 4-5 jam? Artinya sama saja dengan seolah demo baru bisa tuntas pkl 18:00. Tapi, dengan demikian pihak polisi dan TNI mesti membantu para mujahid untuk keluar, tanpa harus menggunakan gas air mata segala. Malah mereka siap membantu kebutuhan logistik, serta siap shalat Jumat bareng.
Inilah diplomasi tingkat tinggi yang hebat dari para ulama kita. Tidak ada yang kehilangan muka dan semua sepakat damai, "Silahkan datang ke Jakarta". Yang tidak kalah penting, semua manajemen aksi yang diperlukan untuk demo 212 akan "diatur bersama" antara Polri, TNI dan GNP. Jadi pasukan liar susah masuknya.
Bukan main, salut buat para ulama kita. Bangganya punya pemimpin seperti mereka, pandai berkomunikasi dengan semua pihak, hingga tercapai kesepakatan ijma yang sama-sama memberi manfaat dan kepuasan bagi semua pihak.
Kiai Makruf, Ketua Umum MUI dan Rais Am PBNU, sosok ulama yang paham politik. Politik santun yang bermartabat, politik kebangsaan yang menjaga harmoni, menebar maslahat dan menghilangkan mafsadat.
Kiai Makruf membaca dan memperoleh informasi akurat soal mengerasnya kedua kutub, yang jika tidak dicarikan jalan keluar akan potensial menyebabkan disintegrasi. Salah satu informasi diperoleh dari Mbak Yeni yang sempat sowan kepada beliau. Beliau akhirnya menyampaikan gagasan pentingnya dialog nasional, merajut ukhuwah islamiyyah, ukhuuwah wathaniyyah, dan ukhuwwah basyariyyah, yang nyaris terobek.
Kiai Makruf hadir pada waktu dan tempat yang tepat. Dan Gus Dur pun mengakui kealiman dan ketajaman naluri politik beliau, hingga memintanya sebagai Ketua Dewan Syura PKB pertama.
*Katib Syuriyah PBNU/Sekretaris Komisi Fatwa MUI
COMMENTS