Bila mendengar penjelasan seputar perkembangan umat, kiai ini mampu menjelaskan dengan lugas. Argumen keagamaan yang rumit, semakin menem...
Bila mendengar penjelasan seputar perkembangan umat, kiai ini mampu menjelaskan dengan lugas. Argumen keagamaan yang rumit, semakin menemukan jawaban lantaran disampaikan secara runtut.
Penampilan KH Marzuqi Mustamar amatlah sederhana dan apa adanya. Kiai Marzuqi, sapaan akrabnya tidak pernah neko-neko. Karena begitu sederhananya, kadang orang tidak mengira bahwa yang bersangkutan adalah seorang kiai. Di balik kesederhanaan tersimpan lautan ilmu yang begitu luas. Kiprah di masyarakat sudah tidak diragukan lagi. Gaya bicara yang tegas dan lugas menjadi salah satu ciri khasnya.
Rajin Ngaji Sejak Kecil
Kiai Marzuqi lahir di Blitar, 22 September 1966. Ia dilahirkan dalam keluarga yang taat beribadah sekaligus mengerti agama. Ya, abahnya adalah seorang kiai. Alhasil, sejak kecil Marzuqi dibesarkan dan dididik oleh kedua orang tua dengan disiplin ilmu yang tinggi. Di bawah pengawasan sang orang tua; Kiai Mustamar dan Nyai Siti Jainab ini mulai belajar al-Qur’an dan dasar ilmu agama.
Selain dididik disiplin ilmu yang tinggi, ternyata Marzuki kecil sudah dididik tentang kemandirian agar memiliki etos kerja tinggi dengan cara memelihara kambing dan ayam petelur milik Bu Lik Umi Kultsum. Dengan cara itulah Marzuqi mendapat pelajaran bagaimana membimbing umat islam, dan bagaimana menjadi pemimpin.
Saat duduk di kelas 4 Madrasah Ibtidaiyah sampai sebelum belajar di Malang, anak kedua dari delapan bersaudara ini mulai belajar ilmu nahwu, sharaf, tasawuf dan ilmu fikih kepada Kiai Ridwan dan lainnya di Blitar. Sejak SMP, telah diminta mengajar Al-Qur’an dan kitab kecil lainnya kepada anak dan tetangga sekitar. Kala kelas 3 SMP pula, sudah mengkhatamkan dan faham kitab Mutammimah.
Selepas dari SMP Hasanuddin, Marzuqi muda melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri Tlogo Blitar. Sejumlah kiai ternama menjadi rujukan bagi penambahan ilmu. Mendalami ilmu balaghoh dan ilmu mantiq kepada Kiai Hamzah. Kiai Abdul Mudjib untuk fikih, serta ngaji ilmu hadits kapada Kiai Hasbullah Ridwan.
Setelah tamat dari MAN Tlogo tahun 1985, ia melanjutkan jenjang pendidikan formal di IAIN (sekarang UIN Maulana Malik Ibrahim) Malang, yang waktu itu masih merupakan cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk menambah ilmu agama yang sudah didapat, kiai yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang ini nyantri kepada Kiai Masduki Mahfudz di Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono.
Mengetahui kecerdasan dan keilmuan yang di atas rata-rata, akhirnya Kiai Masduki memberi amanah untuk membantu mengajar di pesantrennya, meskipun saat itu Marzuqi masih berusia 19 tahun. “Saat itu saya diminta untuk mengajar kitab Fathul Qorib bab buyuu’ (jual-beli),” kenang kiai yang juga dosen Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Selain itu Marzuqi muda juga beruntung karena seringkali diminta mendampingi dakwah Kiai Masduki saat mengisi pengajian maupun pada rapat organisasi kemasyarakatan. Dari sinilah ia mulai mengetahui betapa beratnya tugas seoarang ulama dalam mengayomi umat. Dari gurunya yang juga Rais PWNU Jawa Timur itu, Marzuqi belajar akan keistikomahan menjadi guru. “Kiai Masduki Mahfud meskipun pulang malam hari dari mengisi pengajian, selalu membangunkan para santri untuk mengaji,” kenang Kiai Marzuqi.
Salah satu kelebihan saat masih duduk di bangku kuliah, Marzuqi muda sudah biasa memberikan kursus nahwu kepada mahasiswa. Namun, ternyata, banyak juga mahasiswa yang tidak hanya belajar nahwu, namun juga mengaji kitab kepadanya. Dengan begini, ilmunya semakin terasah. Kemudian pada tahun 1987 kiai yang kini dikaruniai tujuh anak ini mendapatkan kesempatan belajar di LIPIA Jakarta. Setelah menempuh dua tahun, Marzuqi kembali ke Malang untuk membantu mengajar di pesantren Nurul Huda, Mergosono dan melanjutkan kuliah S-1.
Membangun Rumah Tangga dan Pesantren
Pada tahun 1994, Marzuqi muda memulai hidup baru. Ia mempersunting salah seorang santriwati Pondok Nurul Huda yang bernama Saidah. Sang istri merupakan putri Kiai Ahmad Nur yang berasal dari Lamongan dan seorang hafidzah atau penghafal al-Qur’an.
Selang satu bulan setelah menikah, Marzuqi bersama istri mencoba mengadu nasib dan hidup mandiri. Saat itu pilihannya adalah daerah Gasek, Kecamatan Sukun. Yang divcari adalah rumah kontrakan yang dekat masjid. Dari pencariannya tersebut, didapatlah rumah salah seorang warga yang bernama Pak Har dengan diantar santri Pondok Nurul Huda.
Tanpa diduga sebelumnya, pada hari pertama menempati rumah itu, ternyata sudah banyak santri yang datang mengaji. Di rumah sederhana itulah Marzuqi mengajar para santri. Mereka yang waktu itu belajar merupakan cikal bakal santri dan pesantren yang kini menjadi benteng utama umat di wilayah Gasek. Rumahnya tak lagi mampu sebagai tempat belajar.
Waktu itu di daerah Gasek sudah ada Yayasan Sabilurrasyad yang sudah memiliki lahan luas. Namun, setelah beberapa tahun didirikan, yayasan ini belum bisa berkiprah secara optimal. Akhirnya Marzuqi bekerjasama dengan Yayasan mendirikkan pesantren dengan nama Sabilurrasyad.
Selain sibuk membimbing para santri, kiai yang pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Bahasa Arab Universitas Islam Malang ini juga disibukkan dengan urusan umat. Tiada hari tanpa memberikan pengajian atau mauidzhah. Mulai mengisi pengajian masjid, blusukan keliling kampung dan sebagainya. Saat ini, Kiai Marzuqi juga aktif di berbagai organisasi kegamaan di antara sebagai Ketua PCNU Kota Malang dan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang.
Kedalaman ilmunya sangat dirasakan oleh umat. Sebagai contoh Kiai Marzuqi menyusun sebuah kitab tentang dasar atau dalil amaliyah yang dilakukan nahdhiyyin. Melalui kitab ini, Kiai Marzuqi ingin membuka mata umat bahwa amalan mereka ada dasar hukumnya, sekaligus menjawab tuduhan yang tidak setuju dengan sebagian nahdhiyyin tersebut. Saking hebat dan lugasnya menerangkan, sampai-sampai Kiai Baidhowi, Ketua MUI Kota Malang memberi julukan “Hujjatu NU”. “Kalau Imam al-Ghazali dikenal sebagai hujjatul Islam, maka Kiai Marzuqi ini hujjatu NU,” kata Kiai Baidhowi dalam beberapa kesempatan.
Meski kegiatannya sangat padat, namun penasehat FKUB ini tetap berusaha dekat dan akrab dengan anak-anak. Tak jarang, Kiai marzuqi mengantarkan atau menjemput putra-putri sekolah. Dari hasil pernikahan dengan Bu Nyai Saidah, Kiai Marzuqi dikaruniai tujuh orang putra. Dua laki-laki dan lima perempuan. Semua putra putrinya disekolahkan di SD Sabilillah Blimbing. Kecerdasan Kiai Marzuqi sepertinya menurun kepada mereka. Hal ini terbukti dengan nilai yang seringkali sempurna termasuk pelajaran eksakta. Bahkan beberapa waktu yang lalu sang putri menjadi juara olimpiade matematika di Yogyakarta dan kini sekolah di SMP Internasional PASIAD milik Turki.
Paling tidak, ada 5 kelebihan yang dimiliki Kiai marzuqi yang sulit ditemukan, yaitu (1) kekuatan hafalan, (2) kejelasan dan keruntutan dalam penyampaian materi kepada jamaah, (3) kedalaman pemahaman agama, (4) kekuatan logika dan analogi berfikir/mantiq, (5) saat berceramah mampu beradaptasi dengan kalangan apapun, dari kaum kampung sampai sarjana, bahkan doktor dan profesor.
Pada tahun 2010 ada satu karya dari tulisan Kiai Marzuqi yang monumental dan hingga kini sudah puluhan kali cetak ulang. Kitab tersebut disampaikan di hampir penjuru nusantara, yaitu Al-Muqtathafat li ahl al-Bidayat yang merupakan sanggahan kepada beberapa kelompok terutama Salafi Wahabi yang gemar membid’ahkan amaliah nahdliyyin. Kitab tersebut dikutip dari dalil al-Quran, Sunnah dan kaidah ushul fiqh dan diperuntukkan kalangan terbatas karena masih berbahasa Arab. Harapannya kitab tersebut bisa disampaikan kepada orang lain, manakala sudah dibacakan dan diijazahkan oleh pengarangnya langsung.
Biodata
Nama : KH. Marzuqi Mustamar
TTL : Blitar, 22 September 1966
Alamat : PP. Sabilurrosyad Gasek Malang Telp.(0341) 564446.
Orang tua : Kiai Mustamar dan Nyai Siti Zainab
Pendidikan
- TK Muslimat Karangsono Kanigoro, Blitar tahun 1972
- MI. Miftahul ‘Ulum, Tahun 1979
- SMP Hasanuddin, Tahun 1982
- MAN Tlogo, Tahun 1985
- PP. Nurul Huda, Mergosono
- LIPIA Jakarta, Tahun 1988
- S-1 IAIN Malang, Tahun 1990
- S-2 UNISLA Tahun, 2004
Istri: Hj. Sa’idatul Mustaghfiroh
Putra-Putri:
Habib Nur Ahmad
Diana Nabila
Millah Shofiya
M. ‘Izzal Maula
‘Izza Nadila
Rossa Rahmania
Dina Roisah Kamila
Jabatan:
1. Ketua PCNU Kota Malang;
2. Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur
3. Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad
4. Anggota Komisi Fatwa MUI Kota Malang
5. Dosen Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang;
6. Penulis tetap di Media Ummat rubrik mutiara hadits dan tanya jawab;
7. Imam dan khatib, pemateri pengajian tetap Masjid Agung Jami’ Malang;
8. Imam dan khatib, pemateri pengajian tetap masjid Sabililillah Malang dan banyak masjid besar lain.
Karya:
- Muqtatofat Li Ahli Bidayat
- Solusi Hukum Islam
- Mutiara Hadist
COMMENTS