Oleh: Ardiansyah Bagus Suryanto* Jika kau bukan anak seorang raja, juga bukan anak seor...
Oleh: Ardiansyah Bagus Suryanto*
Jika kau bukan anak seorang raja, juga bukan anak seorang ulama, maka menulislah!
Al-Ghazali adalah cendekiawan yang menulis tidak untuk sekadar memenuhi lembaran buku dengan ungkapan yang indah, atau untuk melenakan pembacanya, apalagi hanya untuk mengejar jabatan dan popularitas. Al-Ghazali menulis sebagai ilmuwan yang jujur, yang mengaji setiap masalah dan pemikiran yang diajukan kepadanya secara komprehensif, dan begitu kajiannya membawa kepada satu keputusan, maka beliaupun mengimani dan membelanya dengan segala kemampuan yang beliau miliki. Beliau memiliki metode menulis yang sangat indah dengan imajinasi yang kaya. Menggambarkan kebaikan dan keburukan sesuatu dengan bahasa sastra yang sangat tinggi, menggerakkan pikiran dan menyenangkan hati.
Al-Ghazali selalu merasa takut akan munculnya sikap bangga diri dalam dirinya.Maka, ketika namanya mulai terkenal di suatu daerah, beliau segera berpindah ke tempat lain. Begitu seterusnya sampai akhirnya beliau kembali pulang, mendirikan madrasah untuk para fuqaha’ dan kamar-kamar untuk para sufi. Beliau membagi waktunya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an, berdiskusi dengan ulama’ lain, mengaji ilmu, sambil terus melaksanakan salat puasa, dan ibadah lainnya hingga kembali ke rahmatullah.
Falsafah Jawa mengatakan, ngluru ilmu kanthi lelaku, mencari ilmu dengan perjalanan. Betapa filosofi tersebut telah digunakan Al-Ghazali untuk mematikan rasa bangga diri. Terkadang kita merasa bangga dengan prestasi, jabatan, atau bahkan kebermanfaatan diri kepada sesama. Tetapi takut akan bangga diri bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi dan menghindar untuk menyusun pola kebermanfaatan kepada sesama. Semua itu hanya sia-sia. Bangga diri membuat seorang lupa akan dirinya. Orang yang tak tahu dirinya, tidak akan tahu Tuhannya.
* Alumni Prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Ampel Surabaya.
Jika kau bukan anak seorang raja, juga bukan anak seorang ulama, maka menulislah!
Al-Ghazali adalah cendekiawan yang menulis tidak untuk sekadar memenuhi lembaran buku dengan ungkapan yang indah, atau untuk melenakan pembacanya, apalagi hanya untuk mengejar jabatan dan popularitas. Al-Ghazali menulis sebagai ilmuwan yang jujur, yang mengaji setiap masalah dan pemikiran yang diajukan kepadanya secara komprehensif, dan begitu kajiannya membawa kepada satu keputusan, maka beliaupun mengimani dan membelanya dengan segala kemampuan yang beliau miliki. Beliau memiliki metode menulis yang sangat indah dengan imajinasi yang kaya. Menggambarkan kebaikan dan keburukan sesuatu dengan bahasa sastra yang sangat tinggi, menggerakkan pikiran dan menyenangkan hati.
Al-Ghazali selalu merasa takut akan munculnya sikap bangga diri dalam dirinya.Maka, ketika namanya mulai terkenal di suatu daerah, beliau segera berpindah ke tempat lain. Begitu seterusnya sampai akhirnya beliau kembali pulang, mendirikan madrasah untuk para fuqaha’ dan kamar-kamar untuk para sufi. Beliau membagi waktunya untuk mengkhatamkan Al-Qur’an, berdiskusi dengan ulama’ lain, mengaji ilmu, sambil terus melaksanakan salat puasa, dan ibadah lainnya hingga kembali ke rahmatullah.
Falsafah Jawa mengatakan, ngluru ilmu kanthi lelaku, mencari ilmu dengan perjalanan. Betapa filosofi tersebut telah digunakan Al-Ghazali untuk mematikan rasa bangga diri. Terkadang kita merasa bangga dengan prestasi, jabatan, atau bahkan kebermanfaatan diri kepada sesama. Tetapi takut akan bangga diri bukan menjadi alasan untuk tidak berprestasi dan menghindar untuk menyusun pola kebermanfaatan kepada sesama. Semua itu hanya sia-sia. Bangga diri membuat seorang lupa akan dirinya. Orang yang tak tahu dirinya, tidak akan tahu Tuhannya.
* Alumni Prodi Pendidikan Bahasa Arab UIN Sunan Ampel Surabaya.
COMMENTS