Oleh: Sukron Dosi Wafatnya KH Mas Subadar pada Sabtu (30/7/2016) malam menyisakan duka dan kenangan yang mendalam bagi banyak...
Oleh: Sukron Dosi
Wafatnya KH Mas Subadar pada Sabtu
(30/7/2016) malam menyisakan duka dan kenangan yang mendalam bagi banyak kalangan. Hal tersebut lantaran sang kiai belum purna menjalankan tugas sebagai Rais Syuriyah PBNU periode
2015-2020.
Kiai Subadar, sapaan kesehariannya adalah
salah seorang Rais Syuriah PBNU yang dikenal sebagai sosok teguh dan teliti
dalam urusan fiqih. Karena itu di kalangan pegiat NU, ia sering mengemban sejumlah
tugas khusus yang tidak bisa dilakukan orang lain.
Di forum kiai, Pengasuh Pondok
Pesantren Raudlatul Ulum, Besuk, Pasuruan, Jawa Timur ini sering didaulat sebagai
juru bicara. Sikapnya yang kukuh dan senantiasa berpegang teguh pada koridor
kajian fiqh klasik, mengantarkannya kerap berkutat dengan kegiatan bahtsul masail NU.
Adalah Kiai Mas Subadar yang
mencetuskan pernyataan cekal terhadap Amien Rais untuk masuk ke wilayah Pasuruan.
Hal itu terjadi ketika awal reformasi 1998 dan menjelang kejatuhan KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pertengahan 2001.
Dalam sebuah kesempatan, Gus Dur mengakui bahwa Kiai Subadar sebagai salah satu kiai utama. Dalam kesederhanaan dan keteguhan memegang prinsip,
almarhum selalu mengajarkan dan mengingatkan murid-muridnya untuk senantiasa
menjaga toleransi dan menghormati perbedaan. Sekeras apapun perbedaan itu,
tetap harus mengedepankan akhlak, rendah hati dan tawadhu.
Saat rapat harian Syuriyah dan
Tanfidziyah PBNU yang dilangsungkan di kantor setempat akhir Desember 2014
yang akhirnya memilih Jombang sebagai tuan rumah muktamar, maka hal tersebut sangat penting dalam rangka menggembalikan
ruh NU yang akan mendekati usia 100 tahun.
Berdasarkan berbagai pertimbangan,
Rais Aam PBNU KH Musthofa Bisri (Gus Mus) akhirnya memilih muktamar
dilaksanakan di Jombang. “Sambil muktamar, nanti para pengurus NU seluruh Indonesia
akan berziarah ke makam para muassis NU,” tambah Gus Mus.
Di kalangan masyarakat Tapal Kuda
dan Jatim, Kiai Subadar adalah salah seorang kiai yang pandangannya selalu ditunggu nahdliyin.
Baik menyangkut persoalan keagamaan, sosial maupun politik.
Saat musyawarah kiai sepuh dan rais syuriah
kala Muktamar ke-33 NU setahun lalu, di forum yang diinisiasi romo KH. Mustofa
Bisri inilah KH. Mas Subadar dengan santun dan tegas menyampaikan pendapatnya,
sebagaimana dituturkan oleh Prof Nadirsyah Hosen berikut:
… KH Mas Subadar minta waktu
berbicara. Selain menyampaikan kepihatinan yang sama atas kondisi muktamar kali
ini, beliau menyampaikan usulan agar tidak memilih A dan B yang dilihat sebagai
pertarungan untuk posisi rais am, "Sebaiknya pilih orang ketiga, namun A
dan B itu tetap dimasukkan dalam kepengurusan, " katanya. Gus Ali juga
mendukung usulan ini dengan menambahkan bahwa kepengurusan nanti sedikit gemuk
tidak apa-apa asalkan bisa merangkul semua pihak. Sampai di sini terlihat
semangat untuk menengahi ketegangan kedua kubu.
Atas usul Kiai Subadar pula,
akhirnya KH Ma'ruf Amin menjelaskan bahwa posisi rais am bukan sekedar jabatan
tapi sebuah maqam, shahibul maqam. Empat kriteria ditawarkan beliau untuk
memilih pemilik maqam tertinggi di NU ini: ahli fiqh, wara', organisatoris dan
penggerak. Kalau tidak ada yang memenuhi kriteria ideal sebagai shahibul maqam
itu, maka dicari yang mendekatinya (al-aqrab ilal maqam).
Penulis yang berada di
lokasi muktamar langsung membatin, bahwa 4 kriteria itu hanya cocok untuk
Kiai Ma'ruf Amin sendiri. Karenanya, sangat beralasan dan tepat kalau kemudian ia terpilih
sebagai sembilan kiai kharismatik yang tergabung dalam tim AHWA (Ahlul Halli
Wal Aqdi) pada permusyawaratan tertinggi di NU tersebut.
Tiga Wasiat Penting
Setidaknya ada tiga pesan Kiai Subadar sehari sebelum menghembuskan napas terakhir. Hal ini sebagaimana
dituturkan KH Imron Mutamakkin. Dalam penuturan Ketua PCNU Kabupaten Pasuruan
tersebut, Kiai Subadar berpesan sebagai berikut:
Pertama, anak-anak santri harus
tetap menjaga kesantriannya. Jangan sampai identitas sebagai orang yang tengah
bertafaqquh fid din di pesantren akhirnya hilang. Kedua, hendaknya semua pihak mendidik
anak-anak ala santri dan menjaga pula ibadahnya. Serta ketiga, nahdliyin selalu
menjaga paham Ahlussunnah wal Jamaah, serta bisa mengembalikan khidmat jam’iyah
tersebut seperti saat dipimpin KH
Hasyim Asyari. Kiai, selamat bertemu para Kekasih Allah
* Pegiat PW GP Ansor Jatim dan diolah dari
berbagai sumber.
COMMENTS