Tahun 2000 saya pindah pesantren, dari Krapyak ke Kotagede (Nurul Ummah). Sebagaimana santri baru umumnya, saya plengah-plengeh, tidak pe...
Tahun 2000 saya pindah pesantren, dari Krapyak ke
Kotagede (Nurul Ummah). Sebagaimana santri baru umumnya, saya plengah-plengeh,
tidak percaya diri atau pede menghadapi lingkungan baru.
Suatu sore, bakda Ashar, ketika saya berada di kelas, ada
pengurus pondok masuk. Dia mengundang saya, katanya ditimbali (almaghfurlah)
Kiai Asyhari Marzuki. Tentu saya gede rasa. "Kok santri anyar dipanggil pak kiai, apa
beliau kenal saya?."
Turunlah
saya dari kelas di lantai 2 masjid, dan menuju ndalem. Di sana sudah ada pak kiai,
dan... Saya terkejut, sudah ada Gus Kelik.
"Iki
santri Krapyak Pak, santrine Pak Asyhari Abta, manggone ning Sakan, Nggone Bu
Ipah. Titip yo Pak," kata Gus Kelik pada Kiai Asyhari Marzuki. Kiai
Asyhari Marzuki tampak mantuk-mantuk. Beliau tampak takdim pada Gus Kelik.
Setelah
matur begitu, Gus Kelik pamitan. Saya melihat Kiai Asyhari kasih amplop. Di
atas Gus Kelik bilang ke saya,"Kowe ne libur ning Krapyak yo. Tak letak ne
ora."
Beberapa
santri senior Nurul Ummah pernah mondok di Krapyak. Mereka tahu, betapa tidak
mudahnya untuk diingat Gus Kelik. Setelah didatangi Gus Kelik, saya sebagai
santri baru jadi cukup percaya diri.
Gus
Kelik, dengan nama lengkap M. Rifqi Ali, adalah putra Kiai kharismatik, KH Ali
Maksum. Gus Kelik wafat tadi malam PKL 22.00
Selamat
berjumpa Sang Kekasih sejati, Gus.. doaku untukmu.. alfatihah. (Hamzah Sahal)
COMMENTS