Oleh: Binti Muliati Ramadhan hampir berlalu, dan Syawal siap menanti kedatangan kita. Tidak kalah repotnya umat muslim mempersiapkan ...
Oleh: Binti Muliati
Ramadhan hampir berlalu, dan
Syawal siap menanti kedatangan kita. Tidak kalah repotnya umat muslim
mempersiapkan segala sesuatu untuk memasuki kedua bulan ini. Dan dapat dipastikan keduanya akan berjalan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan. Tugas kita adalah mencoba menemukan makna yang ada di balik dua bulan istimewa tersebut.
Ramadhan, adalah bulan yang
sangat mulia, bulan ibadah, bulan dimana kita dalam sebulan penuh diberi
kesempatan untuk merajut kasih
dengan-Nya, bulan untuk bermuhasabah, bulan untuk mendidik jiwa dan ragaa, dan
masih banyak lagi kemuliaan dari bulan ini. Tentunya keberuntungan akan diraih
bagi orang yang mampu memanfaatkan
bulan ini dengan berbagai aktifitas yang positif.
Kalau bisa diibaratkan,
sebulan penuh mereka yang berpuasa digembleng di dalam kawah candradimuka Ramadhan. Dan
tidak terasa, tibalah waktunya memasuki gerbang Syawal.
Salah satu arti dari Syawal
adalah peningkatan. Ibarat kita telah digembleng sedemikian rupa pada bulan sebelumnya, untuk menunjukkan keberhasilan pada ujian tersebut tentunya
adanya peningkatan pada diri dan pribadi. Peningkatan kualitas dan aktifitas
kerja dan ibadah. Bukan sebaliknya, yaitu penurunan.
Momen ini ditandai dengan adanya
perayaan Idul Fitri, yang pada tradisi Indonesia ditandai dengan sesuatu yang
mayoritas serba baru, pakaian baru, berbagai jenis hidangan dan tak lupa
siltaturrahmi dengan teman, tetangga, serta sanak saudara. Fitri sendiri mempunyai banyak makna, kembali
ke asal adalah satu di antaranya. Bila kita runut pada asal kejadian manusia, maka akan teringat dari penjelasan ayat-ayat Tuhan bahwa asal
kita adalah tanah. Kita adalah
putra tanah, di mana tanah bahasa lain dari bumi. Bumi inilah tempat kita
menjalankan aktifitas, baik yang bernilai duniawi saja
atau bisa bernilai ukhrowi. Maka tidak jarang ada ungkapan aktifitas yang kita kerjakan untuk tujuan
ukhrawi ibarat sedang “mencangkul ladang ukhrawi”.
Bumi yang kita pijak mengalami
rotasi atau berputar pada porosnya yang mana getaran akibat perputarannya sama
sekali tidak dirasakan. Ketidakmampuan merasakan hal tersebut sebenarnya salah satu dari bentuk
ke-Maha Kuasa-an Allah SWT, dengan menancapkan paku-paku bumi yang berupa
gunung-gunung dengan sedemikian kuatnya sehingga tidak merasa bergetar.
Cukup bagi kita mengambil
pelajaran dari hal tersebut. Dengan momen Idul Fitri, kita akan kembali ke aktifitas yang
lebih meningkat baik secara kuantitas dan kualitas dengan menancapkan
kalimat-kalimat takbir untuk menguatkan keberkahan setiap aktifitas yang dilaksanakan di muka bumi ini. Dan berbekal gemblengan di bulan Ramadhan hendaknya dalam setiap aktifitas marilah dilakukan dengan kebaikan, keindahan dan kebenaran sehingga pada
akhirnya akan benar-benar terlahir lagi menjadi insan seniman, budiman dan
ilmuwan. Sehingga Idul Fitri tidak hanya dimaknai dengan
segala yang serba baru baik pakaian, mobil, serta ajang pamer keberhasilan dan ke”aku”an.
Dengan berpijak pada ayat QS.
Al-Insyiroh (94): 7-8, dan kalimat takbir maka hendaknya segera bangkit teriring
dengan tajdiidunniyat (memperbaharui niat). Berikutnya mengerjakan urusan lain setelah segala urusan sebelumnya selesai dengan
tidak lupa untaian lafaz “Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa
lillaahil hamdu.” Kita pasrahkan segala hasil akhir dari semua aktifitas kepada-Nya.
Selamat jalan Ramadhan dan selamat datang Syawal. Semoga kita dipertemukan lagi di tahun depan. Amiiin ya mujiibas saailin.
Tenaga pengajar di STAI-Badrus Sholeh Purwoasri Kediri.
COMMENTS