Jember -- Islam adalah agama rahmatan lil alamin , sehingga bisa diterima di seluruh dunia. Hal tersebut terjadi karena adat atau trad...
Jember -- Islam
adalah agama rahmatan lil alamin, sehingga bisa
diterima di seluruh dunia. Hal tersebut terjadi karena adat atau tradisi yang berkembang tidak
dimusnahkan, tetapi tetap diberi tempat. Dengan catatan tidak bertentangan
dengan Islam.
Demikian
ceramah subuh Dr Kiai MN. Harisudin, M.Fil.I, Katib PCNU Jember, di Masjid
al-Muhajirin, Sumbersari Jember, Kamis, (24 Juni
2016). Tak kurang, 300 jamaah menyimak
ceramah kiai muda yang juga Wakil Ketua PW Lembaga
Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur tersebut.
“Karena
itu, dalam Islam, dikenal ada dua ‘urf atau tradisi. Yaitu ‘urf shahih dan ‘urf
fasid. Urf shahih
adalah tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’at bahkan sesuai dengan
syari’at,” katanya. Sementara, urf fasid adalah tradisi
yang bertentangan dengan Islam. Dengan demikian, kalau mau mengukur adat atau
tradisi di suatu tempat, tinggal melihat apakah shahih atau fasid, lanjutnya.
Menurut Pengasuh Pesantren Darul Hikam ini, shahih
karena mengandung kebaikan yang dianjurkan agama misalnya di dalamnya ada
dzikir, shalawat, bersedekah, ceramah agama dan
sebagainya.
“Sedangkan fasid karena ada unsur ikhtilat (percampuran)
laki dan perempuan, kesyirikan, buka aurat, judi, dan sebagainya,” kata dosen
pascasarjana
IAIN Jember tersebut.
Ketua
PUAN Amal Hayati PP Nuris Jember ini, jangan menyalahkan
tradisi karena dianggap tidak ada saat Nabi SAW.
“Karena tidak semua yang tidak ada di masa Nabi SAW berarti dilarang.
Itu pemahaman yang salah,” tegasnya. Jadi, dalam konteks ‘urf, harus
dilihat terlebih dahulu, apakah shahih ataukah ‘urf fasid.
Bahkan, Kiai Harisuddin menawarkan kalau pun ada tradisi fasid,
maka itu harus dimodifikasi menjadi ‘urf shahih. “Kalau
sudah tidak bisa dimodifikasi, ya baru diamputasi secara total dalam kehidupan
alias dimusnahkan,” jelas Sekretaris YPNU Universitas
Islam Jember ini.
Menurut Pengurus MUI Jember tersebut, cara-cara Walisongo dulu menjadi teladan
strategi jitu dalam mengislamkan orang Indonesia dengan mempertimbangkan ‘urf yang
ada. “Kita lihat, Sunan Kudus dulu melarang menyembelih sapi karena
mempertimbangkan tradisi orang Hindu yang melarang menyembelih sapi,” ungkapnya. Dengan cara demikian, dakwah Sunan Kudus lebih
mudah diterima. Kalau sekarang datang ke kota Kudus, tidak akan menjumpai soto
daging sapi, tapi soto daging kerbau lanjut Ketua
Bidang Intelektualitas dan Publikasi Ilmiah IKA-PMII Jember. (Anwari/saiful)
COMMENTS