Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie MAg "Inna allaaha ya'muru bial’adli waal-ihsaani wa-iitaa-i dzii alqurbaa wayanhaa ...
Oleh: Dr.
KH A Musta'in Syafi'ie MAg
"Inna allaaha ya'muru bial’adli waal-ihsaani
wa-iitaa-i dzii alqurbaa wayanhaa ‘ani alfahsyaa-i waalmunkari waalbaghyi
ya’izhukum la’allakum tadzakkaruuna."
Pada bulan
suci Ramadhan, kita diperintah lebih mengoptimalkan amal ibadah, baik kualitas
maupun kuantitas. Kebanyakan umat Islam di negeri ini menjalankan shalat
tarawih, ada yang memilih dua puluh rakaat plus tiga shalat witir dan ada yang
cukup mengambil paket hemat hanya dengan delapan rakaat plus tiga witir.
Masing-masing
punya dasar dan tidak akan selesai bila diperdebatkan. Semua berpulang kepada
selera ibadah masing-masing. Mau pahala banyak atau cukupan. Mengajak mereka
yang belum berkenan tarawih jauh lebih wajib, ketimbang berdebat. Jika sudah
menjalankan shalat tarawih, seharusnya diupayakan berkualitas. Bacaan yang
bagus, tumakninah yang sempurna, khusyu' yang mendalam dan jangan asal
mengerjakan, sungguh rugi. Imam shalat wajib, wajib. Wajib membimbing umat
shalat yang bagus, bukan cepet-cepetan melayani kemauan nafsu.
Sering kali imam
shalat tarawih melimpahkan alasan kepada jama'ah atau para makmum. "Kalau
lama-lama, maka mereka bubar." Kasihan makmum, selalu dikambing hitamkan.
Padahal, si imamnya sendiri sejatinya suka itu, suka dipuji sebagai imam hebat
dan banyak pengikut. Imam adalah imam, pemimpin yang kewajibannya membimbing ke
shalat lebih baik, bukan menuruti nafsu cepet-cepetan.
Di hari akhir
nanti, yang ditanya soal shalatnya umat, buruk atau baik adalah imamnya lebih
dahulu. Jika Tuhan menilai baik, ada tumakninah, khusyu' dan berkualitas, maka
sang imam mendapat pujian dan ditempatkan di surga kelas atas. Jika shalat
tarawihnya umat buruk karena imamnya bershalat buruk, tanpa tumakninah apalagi
khusyu', maka sang imam yang lebih dahulu dihajar di neraka. Jangan dikira,
jika sudah menjadi imam shalat, maka pasti mendapat pahala banyak.
Tahun dulu ada
tayangan shalat tarawih super cepat yang diselenggarakan di sebuah masjid
daerah Blitar. Kira-kira hanya beberapa menit saja. Dari tayangan itu, nampak
tidak ada tumakninah sama sekali, langsung jungkiran dan jempalitan. Jangan
ditanya bacaannya. Pasti tidak sempat membaca tasbih dalam ruku' atau sujud
meski hanya sekali. Penulis bersaksi, jika shalat secepat itu, menurut hukum
pasti tidak sah, batal dan tidak mendapat apa-apa. Dosa besar bagi imamnya,
merusak ibadah dan menyesatkan keagamaan umat.
Sewajibnya
MUI, Syuriah NU, Majelis Tarjih Muhammadiyah dan organisasi Islam lain
menasehati dan mengarahkan ke shalat yang lebih baik. Jika membandel, maka
harus diberhentikan atau ditutup. Sebab itu sudah jelas menyesatkan umat.
Sering kali
sang imam tidak mau bertanggung jawab dan mengatakan: "Itu sejak dulu,
sejak kiai ini, mbah itu tarawihnya juga begitu." Alasan ini sama dengan
alasan orang jahiliah dulu yang mempertahankan kebodohan nenek moyang.
Janganlah pakai alasan nenek moyang, karena mereka manusia. Pakailah alasan
agama, syariah shalat dan etikanya sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Ada tumakninah dan ada kekhusyu'an yang bagus.
Jika anak kita
yang sedang duduk di kelas satu tidak dinaikkan ke kelas dua oleh kepala sekolahnya,
padahal nilainya bagus dan segalanya telah memenuhi syarat, maka kita akan
protes kepada kepala sekolah. Tapi kenapa shalat tarawih yang super kilat
dipertahankan dan tidak dinaikkan menjadi shalat tarawih yang berkualitas?
Tidak ada yang
menggugat, bahkan kadang ada kiai, ustadz, pemuka agama yang cenderung
melestarikan buruknya ibadah umat. Padahal tugas imam adalah membimbing shalat
umat ke shalat yang bagus, menaikkan derajat ibadah, dari kelas satu naik ke
kelas dua, kelas tiga dan seterusnya.
Dikutip dari Bangsa
Online, 20 Juni 2016.
COMMENTS