Belajar membaca kitab kuning ternyata bisa dilakukan di luar pondok pesantren. Seperti yang dilakukan Majelis Al-Qur’an Adz Dzikra, Banyu...
Belajar membaca kitab
kuning ternyata bisa dilakukan di luar pondok pesantren. Seperti yang dilakukan
Majelis Al-Qur’an Adz Dzikra, Banyuwangi, Jawa Timur, yang menggelar pelatihan
baca kitab kuning cepat khusus setiap bulan Ramadhan.
Kegiatan tersebut diikuti 22 orang yang sebagian besar berusia di atas 60 tahun. Pelatihan itu dipandu oleh Ustads Zubaidi Sunandi, pengasuh kitab kuning di majelis tersebut.
Ketua Majelis al-Qur’an Adz Dzikra, Ahmad Wayudi, mengatakan, pelatihan digelar karena masih sedikit orang yang mampu membaca kitab kuning. “Umumnya belajar kitab kuning hanya dilakukan di ponpes,” kata dia beberapa waktu berselang.
Menurut Wahyudi, banyak sumber-sumber pengetahuan dalam agama Islam ditulis dalam kitab kuning atau yang disebut kitab gundul. Disebut gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti kitab al-Quran pada umumnya.
Ustad Zubaidi Sunandi,
pengajar di Majalies al-Qur'an Adz Dzikra menjelaskan, belajar kitab kuning
di pondok pesantren umumnya membutuhkan waktu enam bulan. Namun dalam
pelatihan ini, dia menjamin dalam enam saja, peserta akan mampu membaca kitab
kuning.
Zubaidi menggunakan metode dalam buku Cara Cepat Membaca Kitab Kuning 6 Jam Langsung Praktek karya Ahmad Fahrudin, yang dikolaborasikan dengan teknik 10 jari. “Metode 10 jari ini saya kembangkan sendiri agar mudah dipahami,” kata lulusan Ponpes Lirboyo, Kediri ini.
Dengan gabungan dua teknik itu, kata Zubaidi, bisa mengikis anggapan bahwa belajar gramatika bahasa Arab susah. Padahal ketika seseorang telah menguasai kitab kuning, maka dia bisa mempelajari agama Islam dalam sumber-sumber aslinya.
Supangat Hamzah, 70 tahun, salah satu peserta, mengatakan, dengan belajar membaca kitab kuning maka ia bisa mendalami agama Islam. “Nah, sebagian besar sumber rujukan agama Islam itu kan dalam bahasa Arab gundul,” katanya.
Menurutnya, metode membaca kitab kuning yang dikembangkan di majelis ini cukup mudah dipahami bagi peserta berusia uzur seperti dirinya. Dia optimistis bisa segera menguasai kitab kuning dalam sembilan hari seperti yang ditargetkan pengasuh majelis.
Zubaidi menggunakan metode dalam buku Cara Cepat Membaca Kitab Kuning 6 Jam Langsung Praktek karya Ahmad Fahrudin, yang dikolaborasikan dengan teknik 10 jari. “Metode 10 jari ini saya kembangkan sendiri agar mudah dipahami,” kata lulusan Ponpes Lirboyo, Kediri ini.
Dengan gabungan dua teknik itu, kata Zubaidi, bisa mengikis anggapan bahwa belajar gramatika bahasa Arab susah. Padahal ketika seseorang telah menguasai kitab kuning, maka dia bisa mempelajari agama Islam dalam sumber-sumber aslinya.
Supangat Hamzah, 70 tahun, salah satu peserta, mengatakan, dengan belajar membaca kitab kuning maka ia bisa mendalami agama Islam. “Nah, sebagian besar sumber rujukan agama Islam itu kan dalam bahasa Arab gundul,” katanya.
Menurutnya, metode membaca kitab kuning yang dikembangkan di majelis ini cukup mudah dipahami bagi peserta berusia uzur seperti dirinya. Dia optimistis bisa segera menguasai kitab kuning dalam sembilan hari seperti yang ditargetkan pengasuh majelis.
Sumber: Tempo
COMMENTS